Subscribe:

Subscribe now!

Get our latest posts in your email for free.

Jumat, 22 Juni 2012

FILE ARSIP SKRIPSI : DOWNLOAD SKRIPSI PSIKOLOGI GRATIS | CONTOH KUMPULAN SKRIPSI LENGKAP SEMUA JURUSAN


DI BAWAH INI ADALAH BAB I DARI CONTOH KUMPULAN SKRIPSI LENGKAP PSIKOLOGI, UNTUK MENDAPATKAN JUDUL, TESIS, PROPOSAL, TUGAS AKHIR DAN SKRIPSI PSIKOLOGI LAINNYA BISA ANDA LIHAT DISINI 




BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Dalam kehidupan sekarang ini keberadaan wanita tuna susila atau sering disebut PSK merupakan fenomena yang tidak asing lagi dalam kehidupan masyarakat Indonesia, akan tetapi keberadaan tersebut ternyata masih menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat. Pertanyaan apakah Pekerja Seks Komersial (PSK) termasuk kaum yang tersingkirkan atau kaum yang terhina, hal tersebut mungkin sampai sekarang belum ada jawaban yang dirasa dapat mengakomodasi konsep pekerja seks komersial itu sendiri. Hal ini sebagaian besar disebabkan karena mereka tidak dapat menanggung biaya hidup yang sekarang ini semuanya serba mahal.
Prostitusi di sini bukanlah semata-mata merupakan gejala pelanggaran moral tetapi merupakan suatu kegiatan perdagangan. Kegiatan prostitusi ini berlangsung cukup lama, hal ini mungkin di sebabkan karena dalam prakteknya kegiatan tersebut berlangsung karena banyaknya permintaan dari konsumen terhadap jasa pelayanan kegiatan seksual tersebut oleh sebab itu semakin banyak pula tingkat penawaran yang di tawarkan.
Di negara-negara lain istilah prostitusi dianggap mengandung pengertian yang negatif. Di Indonesia, para pelakunya diberi sebutan Pekerja Seks Komersial. Ini artinya bahwa para perempuan itu adalah orang yang tidak bermoral karena melakukan suatu pekerjaan yang bertentangan dengan nilai-nilai kesusilaan yang berlaku dalam masyarakat. Karena pandangan semacam ini, para pekerja seks mendapatkan cap buruk (stigma) sebagai orang yang kotor, hina, dan tidak bermartabat. Tetapi orang-orang yang mempekerjakan mereka dan mendapatkan keuntungan besar dari kegiatan ini tidak mendapatkan cap demikian. (6 Maret 2007 dari http://www.pikiran rakyat.com/)
Jika dilihat dari pandangan yang lebih luas. Kita akan mengetahui bahwa sesungguhnya yang dilakukan pekerja seks adalah suatu kegiatan yang melibatkan tidak hanya si perempuan yang memberikan pelayanan seksual dengan menerima imbalan berupa uang. Tetapi ini adalah suatu kegiatan perdagangan yang melibatkan banyak pihak. Jaringan perdangan ini juga membentang dalam wilayah yang luas, yang kadang-kadang tidak hanya di dalam satu negara tetapi beberapa negara.
Oleh sebab itu perlu diakui bahwa eksploitasi seksual, pelacuran dan perdagangan manusia semuanya adalah tindakan kekerasan terhadap perempuan dan karenanya merupakan pelanggaran martabat perempuan dan juga merupakan pelanggaran berat hak asasi manusia. Jumlah perempuan pekerja seks meningkat secara dramatis di seluruh dunia karena sejumlah alasan ekonomis, sosial dan kultural.
            Dalam kasus-kasus tertentu perempuan yang terlibat telah mengalami kekerasan patologis atau kejahatan seksual sejak masa anak. Lain-lainnya terjeremus ke dalam pelacuran guna mendapat nafkah yang mencukupi untuk diri sendiri atau keluarganya. Beberapa mencari sosok ayah atau relasi cinta dengan seorang pria. Lain-lainnya mencoba melunasi utang yang tak masuk akal. Beberapa meninggalkan keadaan kemiskinan di negeri asalnya, dalam kepercayaan bahwa pekerjaan yang ditawarkan akan mengubah hidup mereka. Jelaslah bahwa eksploitasi perempuan yang meresapi seluruh dunia adalah konsekuensi dari banyak sistem yang tidak adil. Banyak perempuan yang berperan sebagai pekerja seks dalam dunia pertama datang dari dunia kedua, ketiga dan keempat. Di Indonesia dan di tempat lain banyak dari mereka diperdagangkan dari negeri lain untuk melayani permintaan jumlah pelanggan yang meningkat. (Yangcheng Evening News, 15 Desember 2003 diambil dari http://www.kompas.co.id/).

"Sebaiknya tidak perlu ada hukum yang melarang aktivitas prostitusi karena akan ada seseorang dipersalahkan karena aktivitas tersebut. Dan ini menjadi tidak adil dalam konteks di mana prostitusi adalah pelibatan dua orang lawan jenis untuk sebuah kesenangan seksual.” (Dr Li Yinhe, sosiolog dan peneliti bidang perilaku seksual dari Cina, ketika ia menyampaikan ceramah berjudul A Criticism of Laws Governing Sexual Behavior in Contemporary China dalam simposium di He Xiangning Art Gallery, Shenzhen, Cina, bulan Desember 2003 lalu (Yangcheng Evening News, 15 Desember 2003 diambil dari http://www.kompas.co.id/).

Pandangan Dr Li itu mungkin dapat menimbulkan kontroversi apabila dilontarkan di Indonesia karena masyarakat kita pasti menolak pandangan seperti itu. Akan tetapi, kenyataan menunjukkan, sekalipun praktik prostitusi secara hukum dan agama dilarang di Indonesia, kegiatan prostitusi bawah tanah tetap saja marak di kota-kota besar di Indonesia. Walaupun di Indonesia tidak ada undang-undang yang melarang praktek prostitusi, ada beberapa peraturan perundangan dan regulasi pemerintah yang menyentuh aktivitas seksual atas dasar kesepakatan bersama, atau lebih populer disebut seks komersial. Sejumlah pemerintah daerah memiliki peraturan daerah yang melarang pendirian lokalisasi. Dengan dasar hukum ini, aktivitas seksual atas dasar kesepakatan bersama di antara dua orang atau lebih dalam sebuah tempat yang bersifat pribadi atau "dipersiapkan" dapat dikategorikan sebagai tindakan kriminal. Definisi ini sebenarnya sudah ketinggalan zaman. Ketentuan yang didasarkan pada definisi ini seharusnya sudah dieliminasi. Berdasarkan prinsip universal tentang hak asasi manusia, sebenarnya setiap orang dewasa memiliki hak melakukan apa saja yang dianggap "menyenangkan" bagi badan mereka.
Untuk yang pertama kalinya terjadi, seorang kepala dinas tenaga kerja mengkritisi sebutan pekerja seks komersial bagi para pelacur. Ini diungkapkan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kab. Sukabumi Drs. H. Karmas Supermas, M.M. Karmas merasa keberatan dengan istilah pekerja seks komersial karena mengandung sebuah konsekuensi yang berat dilihat dari kacamata ketenagakerjaan. Pasalnya, di satu sisi wanita yang berprofesi sebagai pelacur disebut "pekerja", tetapi di sisi lain "pekerja" itu tidak pernah mendapat perlindungan, bahkan selalu diobrak-abrik. Menurut Karmas, selama ini persoalan PSK belum dipandang secara komprehensif, menyeluruh, dan sistematik, terutama dalam penanganannya. Bahkan, sangat ironis dan dilematis, terutama antara persoalan yang ada dengan sistem penanganannya. "Kalau kita cermati istilah pekerja seks, di satu sisi disebut sebagai pekerja. Tetapi, di sisi lain dilarang melakukan pekerjaan tersebut," jelas Karmas. Lebih jauh Karmas mengajak masyarakat sekitar untuk bersama-sama mencermati keterkaitan antara pekerja seks, ketenagakerjaan, gender, moralitas bangsa, dan hak asasi manusia dari sudut ketenagakerjaan, sesuai dengan UU No.13 Tahun 2003. Pengertian pekerja atau buruh, jelas Karmas, yaitu setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Namun, bukan untuk orang-orang yang berprofesi sebagai pelacur atau pekerja seks komersial. Kata "pekerja" sudah bisa dipastikan ada hubungannya dengan lapangan pekerjaan serta orang atau badan hukum yang mempekerjakan dengan standar upah yang dibayarkan. Kemudian, lapangan pekerjaan yang diperbolehkan harus memenuhi syarat-syarat kerja secara normatif yang diatur oleh peraturan perundang-undangan, termasuk sistem pengupahan dan keselamatan kesehatan kerja. Untuk selanjutnya, jenis pekerjaan tidak boleh bertentangan dengan moralitas bangsa atau agama yang diakui pemerintah. "Seks, tidak termasuk kelompok suatu jenis jabatan maupun pekerjaan. Jadi, tidak tepat kalau istilah pekerja seks komersial itu ditujukan bagi para wanita tuna susila atau pelacur. Istilah pekrja seks sepertinya merupakan sebuah pemolesan bahasa yang dapat berakibat kepada pembenaran terhadap perbuatan amoral tersebut," kata Karmas. Oleh karena itu, Karmas mengusulkan kepada pemerintah atau siapa pun orang yang pertama kali mengganti istilah pelacur dengan WTS agar tidak menggunakan lagi istilah pekerja seks karena tidak menutup kemungkinan akan menjadi preseden buruk di kalangan pekerja "asli" atau buruh yang ada di Indonesia, bahkan tidak menutup kemungkinan merusak citra pekerja pada umumnya. (6 Maret 2007 dari http://www.pikiran rakyat.com/)
Dalam masyarakat, kehidupan seorang pekerja seks komersial merupakan suatu hal yang kurang dapat diterima. Sampai sekarang PSK dipandang sebagai mahluk yang menyandang stereotype negatif, dan tidak dianggap pantas menjadi bagian dari masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari, kaum PSK selalu mendapat tekanan dari masyarakat, bahkan menjadi bahan olokan dan ejekan. Tekanan dan perlakuan negatif dari lingkungan ini biasanya muncul dari perilaku masyarakat yang selalu ingin memojokkan mereka.
Pandangan masyarakat ini hanya dikhususkan kepada para perempuan pekerja seks komersial yang menjalani pekerjaan ini karena murni akibat tekanan ekonomi. Kesan pertama akan perempuan pekerja seks ini adalah para perempuan jalang yang amoral. Tidak tahu malu, penggoda lelaki. Tidak layak bagi para perempuan pekeja seks untuk dihargai. Kenapa masyarakat bisa memiliki kesan seperti itu, karena sejak kecil ditanamkan oleh orang-orang tua bahwa perempuan pekerja seks menyebutnya pelacur, adalah perempuan yang tidak benar kelakuannya. Apalagi digambarkan para pekerja seks Komersial (PSK) tersebut kehidupannya glamour tetapi norak. Juga ditunjukkan jenis parfum yang di botolnya bergambar putri duyung, yang namanya minyak si nyong nyong, yang pakai minyak wangi itu adalah para pelacur. Akhirnya tertanamlah di benak masyarakat selama bertahun-tahun bahwa PSK itu memang perempuan jalang. (6 Maret 2007 dari http://www.pikiran rakyat.com/)
Kemudian jika melihat sendiri kehidupan nyata bahwa banyak dari para pekerja seks itu terpaksa menjalani pekerjaannya sebagai PSK karena tekanan ekonomi. Ada yang memang datang dari keluarga yang miskin, ada yang ditelantarkan suaminya sementara anak-anaknya harus tetap makan, ada yang untuk membiayai pengobatan orang tuanya, ada juga yang terpaksa disetujui suaminya karena benar-benar hidup amat miskin. Senada seperti pengakuan beberapa PSK, bahwa sebenarnya jika mereka boleh memilih, mereka tidak ingin jadi PSK, tetapi apa daya, mereka tidak punya kepandaian atau keterampilan.
Seharusnya kita tidak boleh merendahkan para PSK karena mereka juga bekerja, menjual jasa dan mereka dibayar untuk jasa mereka. Kita bisa merasa iba jika mendengar kabar para PSK ditangkapi petugas ketertiban. Atau disiksa pelanggannya, atau dijahati germonya. Sebetulnya para PSK akan selalu ada karena pemakai jasa mereka juga selalu ada. Meskipun banyak yang tidak menyetujui pilihan pekerjaan mereka, tetapi kita mulai bisa menghormati bahkan kagum pada para perempuan pekerja seks komersial, karena setidaknya mereka itu tetap merupakan pahlawan bagi keluarganya. Dengan demikian saya asumsikan bahwa mereka yang bekerja sebagai PSK  seharusnya tidak mendapatkan asumsi-asumsi buruk mengenai diri mereka, padahal mereka rela mengorbankan kesucianya demi memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Tidak adanya dukungan sosial ini menyebabkan para PSK membentuk kelompok sendiri, yang selanjutnya makin menjauhkan diri mereka dari masyarakat umum seperti masuk ke dalam suatu lokalisasi (wadah tempat prostitusi berlanjut). Penolakan atau sikap negatif masyarakat serta label-label yang dilekatkan masyarakat pada PSK dapat menimbulkan efek Self-Fulfilling Phrophecy, Akibatnya komunitas PSK yang mengalami penurunan identitas ini, makin menarik diri dan mengalami berbagai hambatan dalam penyesuaian sosial dan pengembangan diri. Jadi dapat dikatakan bahwa sikap masyarakat ini justru dapat menimbulkan masalah psikologis yang baru bagi kaum wanita tuna susila. Dari sinilah kita mendapatkan suatu gambaran baru bagaimana PSK hidup dibawah tekanan (pressure) dari lingkungan sekitarnya baik dari lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat. Serta harus menerima berbagai macam stereotype negatif yang dialamatkan pada pelacur selama ini dan belum tentu kesemua yang ditujukan tersebut benar adanya. (2 November 2006 dari http://www.mirifica.com)
PSK yang secara sadar maupun tidak sadar, langsung maupun tidak langsung ingin juga diakui sebagai layaknya manusia pada umumnya, sehingga dapat dikatakan mempunyai kebutuhan dasar serta keinginan mereka dengan manusia lain pada umumnya. Sebagaimana manusia pasti memiliki suatu keinginan untuk hidup bahagia. Meraih kebahagian merupakan tujuan hidup manusia yang tidak dapat dipungkiri lagi, sehingga segala apa yang dilakukan manusia pada akhirnya hanyalah untuk membuatnya hidup bahagia.
Manusia dalam mencari tujuan hidup, mempunyai suatu kebutuhan yang bersifat unik, spesifik, dan personal, yaitu suatu kebutuhan akan makna hidup. Frankl mengartikan makna hidup sebagai kesadaran akan adanya suatu kesempatan atau kemungkinan yang dilatarbelakangi oleh realitas atau menyadari apa yang bisa dilakukan pada situasi tertentu (Frankl, 2004 : 221). Apabila seseorang berhasil makna hidupnya, maka kehidupannya dirasakan penting dan berharga, dengan demikian akan menimbulkan penghayatan bahagia (Bastaman, 2000 : 73). Makna hidup berfungsi sebagai pedoman terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan, sehingga dengan demikian makna hidup seakan-akan menantang (Challengging) dan mengundang (Inviting) seseorang untuk memenuhinya, serta kegiatan-kegiatan yang dilakukan menjadi terarah. Makna hidup bersifat spesifik dan unik, makna hidup tidak dapat diberikan oleh siapapun, melainkan harus dicari dan ditemukan sendiri (Bastaman, 2000 : 73).
Permasalahan PSK tidak ubahnya sama dengan manusia pada umumnya, secara garis besar PSK tentunya juga mempunyai suatu Makna Hidup.  Sama halnya dengan manusia atau individu lainnya. Proses penemuan makna hidup bukanlah merupakan suatu perjalanan yang mudah bagi seorang PSK, perjalanan untuk dapat menemukan apa yang dapat mereka berikan dalam hidup mereka, apa saja yang dapat diambil dari perjalanan mereka selama ini, serta sikap yang bagaimana yang diberikan terhadap ketentuan atau nasib yang bisa mereka rubah, yang kesemuannya itu tak lepas dari hal-hal apa saja yang diinginkan selama menjalani kehidupan, serta  kendala apa saja yang dihadapi oleh mereka dalam mencapai Makna Hidup
Oleh karena hal inilah, penelitian yang sifatnya lebih mendalam tentang Makna Hidup seorang PSK sangat diperlukan untuk memperkaya teori dan memberikan tambahan pengetahuan. Dalam permasalahan ini, usaha yang dilakukan adalah penelitian tentang Makna Hidup PSK. Penelitian ini lebih berangkat dari fenomena yang unik dimana mereka selama ini sadar akan pandangan negatif yang diperolehnya dari lingkungan sekitar, tetapi mereka tetap dapat mempertahankan apa yang mereka percayai, dan mereka yakini serta hayati dan menjalankan kesemuanya itu dengan penuh keyakinan tanpa terpengaruh pendapat ataupun opini-opini dari orang-orang yang memandang negatif terhadap dirinya.

1.2              Identifikasi Masalah
PSK sama halnya dengan manusia lainnya, dimana mereka mempunyai keinginan  untuk meraih arti hidup dan hal itu tercermin dalam  Makna Hidup. Seperti merasakan kebahagiaan disayang atau diperhatikan orang lain, serta menyayangi orang lain, dihargai seperti orang lain pada umumnya, diberikan kesempatan yang sama dalam mencapai kesejahteraan di bidang ekonomi adalah hal yang menjadikan seorang PSK secara sadar maupun tidak sadar menemukan Makna Hidup bagi dirinya. Proses penemuan Makna Hidup adalah suatu perjalanan yang tidak mudah bagi siapapun terlebih pada diri sorang PSK. Perjalanan untuk dapat menemukan apa yang dapat mereka berikan dalam hidup mereka, apa saja yang dapat diambil dari perjalanan mereka selama ini, serta sikap yang bagaimana yang diberikan terhadap ketentuan atau nasib yang bisa mereka rubah, yang kesemuannya itu tak lepas dari hal-hal apa saja yang diinginkan selama menjalani kehidupan, serta kendala apa saja yang dihadapi PSK dalam mencapai Makna Hidup.

1.3              Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang, penelitian membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut:
  1. Peneliti ingin mengungkap bagaimana makna hidup pada pekerja seks komersial (PSK). Dalam hal ini karena peneliti sering melihat fenomena yang sering terjadi pada kehidupan dan nantinya akan melihat makna hidup bagi seorang PSK, hal apa saja yang diinginkan oleh mereka dalam menjalani kehidupan serta kendala apa saja yang dihadapi dalam pencapaian Makna Hidup tersebut
  2. Sehubungan dengan subyektifitas terhadap makna hidup, maka penelitian ini nantinya akan melihat makna hidup bagi seorang PSK pada rentang usia dewasa awal, hal apa saja yang diinginkan oleh mereka dalam menjalani kehidupan setelah menginjak usia dewasa awal, sehingga dapat mempermudah pengkategorian subyek kedalam penelitian.

1.4              Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah :
-          Bagaimana makna hidup bagi seorang PSK pada rentang usia dewasa awal?

1.5              Tujuan Penelitian
Dengan rumusan masalah diatas, maka secara umum tujuan dari penelitian ini adalah :
-          Mengetahui apa makna hidup bagi seorang Pekerja Seks Komersial pada rentang usia dewasa awal.

1.6              Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberi manfaat, baik secara teoritis maupun praktis.
1.      Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan memperkaya teori mengenai Makna Hidup Pekerja Seks Komersial pada rentang usia dewasa awal. Dengan pengetahuan ini, diharapkan juga dapat meningkatkan segala hal yang berhubungan dengan Makna Pekerja Seks Komersial pada rentang usia dewasa awal.
2.      Manfaat praktis
            Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberika perubahan yang lebih dalam pada masyarakat mengenai masalah makna hidup yang terjadi pada seorang pekerja seks komersial. Perubahan ini selanjutnya diharapkan dapat mengubah sikap masyarakat yang semata-mata memandang rendah seorang pekerja seks komersial (PSK). Dengan demikian diharapkan dari masyarakat untuk memikirkan langkah apa yang dapat dilakukan untuk menanggulangi permasalaha prosstitusi yang terjadi selam ini.















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1              MAKNA HIDUP
2.1.1        Pengertian Makna Hidup
Makna hidup adalah hal-hal khusus yang dirasakan penting dan diyakini sebagai sesuatu yang benar serta layak dijadikan sebagai tujuan hidup yang harus diraih. Makna hidup ini bila berhasil dipenuhi akan menyebabkan kehidupan seseorang dirasakan penting dan berharga yang pada gilirannya akan menimbulkan penghayatan bahagia (Bastaman, 2000 : 73). Frankl mengartikan makna hidup sebagai kesadaran akan adanya satu kesempatan atau kemungkinan yang dilatarbelakangi oleh realitas atau menyadari apa yang bisa dilakukan pada situasi tertentu (Frankl, 2004 : 221)
Adanya suatu dorongan fundamental yang dimiliki oleh manusia, yaitu kehendak untuk memaknai hidup. Pencarian manusia mengenai makna hidup merupakan kekuatan utama dalam hidup dan bukan merupakan suatu ”rasionalisasi sekunder” dari bentuk insting-insting. Makna tersebut bersifat unik dan spesifik yang hanya dapat diisikan oleh dirinya sendiri, karena hanya dengan cara-cara tersebut seseorang akan mendapatkan sesuatu yang penting yang akan memuaskan keinginan manusia untuk memaknai hidup (Frankl, 2003 : 110)



2.1.2        MAKNA HIDUP DAN LOGOTERAPI
Logoterapi dengan konsep keinginan akan makna memiliki komitmen dengan fenomenologi Scheler, sekaligus dengan konsep kebebasannya menunjukan komitmen dan eksistensialisme. Sesuai dengan akar kata “Logos” yang dalam bahasa Yunani berarti “Meaning”(makna) dan juga “Spirituallity” (Keruhanian) maka Logoterapi adalah aliran psikologi atau psikiatri yang mengakui adanya demensi keruhanian disamping dimensi-dimensi ragawi kejiwaan dan lingkungan social budaya, serta beranggapan bahwa kehendak untuk hidup bermakna (the Will to the Meaning) merupakan dambaan utama manusia untuk meraih kehidupan yang dihayati bermakna (The Meaningfull Life). Dengan jalan menemukan sumber-sumber makna hidup dan merealisasikannya (Bastaman, 1995 : 193 – 194)
Tepatnya logoterapi memiliki tiga konsep yang menjadi landasan filosofinya yakni kebebasan berkeinginan, keinginan akan makna dan makna hidup (Koeswara, 1992 :46) :
1.      Kebebasan Berkeinginan
Dalam pandangan Frankl, kebebasan termasuk kebebasan berkeinginan adalah ciri yang unik dari keberadaan pengalaman manusia (Koeswara, 1987 : 37). Frankl mengakui kebebasan manusia sebagai mahluk yang terbatas, adalah sebagai kebebasan didalam batas-batas. Manusia tidaklah bebas dari kondisi – kondisi biologis, psikologis dan sosiologis akan tetapi manusia berkebebasan untuk mengambil sikap terhadap kondisi – kondisi tersebut (Koeswara, 1992 : 46)  

2.      Keinginan akan Makna
Frankl (dalam Koeswara, 1987 : 38) mengawali gagasannya mengenai keinginan akan makna dengan mengkritik prinsip kesenangan dari Freud dan keinginan pada kekuasaan (The Will to Power) dari Adler sebagai konsep yang terlalu menyederhanakan fenomena keberadaan dan tingkah laku manusia. Menurut Frankl, kesenangan dan kekuasaan bukanlah tujuan utama, melainkan efek yang dihasilkan oleh tingkah laku dalam rangka pemenuhan diri (Self – Fullfillment) yang bersumber pada atau diarahkan oleh keinginan kepada makna. Kesenangan adalah efek dari pemenuhan makna, sedangkan kekuasaan merupakan prasarat bagi pemenuhan makna menyebabkan arti yang kita cari memerlukan tanggung jawab pribadi tidak ada orang atau sesuatu yang lain, bukan orang tua, partner, atau bangsa dapat memberi kita pengertian tentang arti dan maksud dalam kehidupan kita. Tanggung jawab kitalah untuk menemukan cara kita sendiri dan tetap bertahan didalamnya segera setelah ditemukan (Scultz, 1991 : 151)
Frankl menambahkan bahwa tegangan yang dialami manusia bukanlah semata-mata tegangan yang ditimbulkan oleh naluri – naluri melainkan tegangan antara keberadaan dan hakikat atau tegangan antara ada dan makna. Karena itukah orientasi atau keinginan yang utama yang tidak pernah padam pada manusia.

3.      Makna Hidup
Makna hidup adalah hal – hal yang oleh seseorang dipandang penting, dirasakan berharga dan diyakini sebagai sesuatu yang benar serta dapat dijadikan tujuan hidupnya (Bastaman, 1995 : 1994) manusia bisa (berpeluang) menemukan makna hidup atau membuat hidupnya bermakna sampai nafasnya yang terakhir.
Individu hanya bisa menemukan makna dari hidupnya dengan merealisasikan tiga nilai yang ada yaitu :
a)      Nilai – nilai Daya Cipta atau Kreatif
Nilai- nilai kreatif dalam wujud kongkritnya muncul berupa pelaksanaan aktivitas kerja menurut Frankl (dalam Koeswara, 1992 : 63) setiap bentuk pekerjaan bisa mengantarkan individu kepada hidup (kehidupan diri dan sesama) yang didekati secara kreatif dan dijalankan sebagai tindakan komitmen pribadi yang berakar pada keberadaan totalnya. Nilai kreatif yang direalisasikan dalam bentuk aktivitas kerja menghasilkan sumbangan bagi masyarakat. Komunitas atau masyarakat pada gilirannya mengantarkan individu pada penemuan makna.
b)      Nilai – nilai Pengalaman
Menurut Bastaman (1995 : 195) hal ini meliputi meyakini dan menghayati kebenaran, kebajikan, keindahan, keadilan, keimanan dan nilai – nilai yang dianggap berharga.
c)      Nilai – nilai Sikap
Frankl menyebut nilai ke tiga ini sebagai nilai yang paling tinggi, dengan merealisasikan nilai bersikap ini berarti individu menunjukan keberanian dan kemuliaan menghadapi penderitaanya. Frankl menekankan bahwa penderitaannya itu memiliki makna pada dirinya ketika menderita karena sesuatu, individu bergerak kedalam menjauhi sesuatu itu. membentuk suatu jarak diantara kepribadiannya dan sesuatu itu. Penderitaan menurut Frankl memiliki makna ganda, membentuk karakter sekaligus membentuk kekuatan dan ketahanan diri. Menurut Frankl, esensi suatu nilai bersikap terletak pada cara yang dengannya seseorang secara ikhlas dan tawakal menyerahkan dirinya pada suatu keadaan yang tidak bisa dihindarinya.
Frankl menyimpulkan bahwa hidup bisa dibuat bermakna melalui 3 jalan :
a)      Melalui apa yang kita berikan kepada hidup (kerja kreatif)
b)      Melalui apa yang kita ambil dari hidup (menemui keindahan, kebenaran dan cinta)
c)      Melalui sikap yang kita berikan terhadap ketentuan atau nasib yang bisa kita ubah
Sedangkan menurut Bastaman (1995 : 1996), mereka yang menghayati hidup bermakna menunjukan corak kehidupan yang penuh gairah dan optimisme dalam menjalani kehidupan sehari – hari. Tujuan hidup baik jangka pendek maupun jangka panjang jelas bagi mereka. Dengan demikian kegiatan – kegiatan mereka menjadi lebih terarah dan lebih mereka sadari, serta merasakan sendiri kemajuan – kemajuan yang telah dicapai.
Makna hidup seperti yang dikonsepkan Frankl (dalam Bastaman 1995 : 194 – 195) memiliki beberapa karakteristik, diantarannya :
1)      Makna hidup itu sifatnya unik dan personal, sehingga tidak dapat diberikan oleh siapapun melainkan harus ditemukan sendiri
2)      Makna hidup itu spesifik dan kongkrit, hanya dapat ditemukan dalam pengalaman dan kehidupan nyata sehari – hari, serta tidak selalu harus dikaitkan dengan tujuan idealistis maupun renungan filosofis.
3)      Makna hidup memberikan pedoman dan arah terhadap kegiatan – kegiatan yang dilakukan
4)      Makna hidup diakui sebagai sesuatu yang bersifat mutlak, sempurna dan paripurna.

2.2              MASA DEWASA AWAL
2.2.1        Batasan Masa Dewasa Awal
Pada penelitian menyebutkan bahwa salah satu tugas perkembangan pada masa dewasa awal (18 – 40 tahun) adalah mencari pasangan hidup (Havighurst dalam Monks, 2001: 290), yang selanjutnya akan diteruskan pada proses membentuk dan membina keluarga. Pada akhir usia 20 tahun pemilihan  struktur hidup menjadi semakin penting. Pada usia natara 28-33 tahun pilihan struktur kehidupan ini menjadi lebih tetap dan stabil. Dalam fase kemantapan (33 – 40 tahun) orang dengan kematangannya mampu menemukan tempatnya dalam masyarakat dan berusaha untuk memajukan karier sebaik-baiknya. Pekerjaan dan kehidupan keluarga membentuk struktur peran yang memunculkan aspek-aspek kepribadian yang diperlukan dalam aspek tersebut (Levinson dalam Monks, 2001: 296 ). Lebih lengkapnya lagi mengenai batasan masa dewasa awal akan diuraikan pada bagian ini.
Secara hukum seseorang dikatakan dewasa bila ia sudah menginjak usia 21 tahun (meski belum menikah) atau sudah menikah (meskipun belum berusia 21 tahun). Di Indonesia batas kedewasaan adalah 21 tahun juga. Hal ini berarti bahwa pada usia itu seseorang sudah dianggap dewasa dan selanjutnya dianggap sudah mempunyai tanggung jawab terhadap perbuatan-perbuatannya ( Monks, 2001: 291). Dikatakan oleh Hurlock (1990) bahwa seseorang dikatakan dewasa bila telah memiliki kekuatan tubuh secara maksimal, siap berproduksi, dan telah dapat diharapkan memiliki kesiapan kognitif, afektif, dan psikomotor, serta dapat diharapkan memainkan peranannya bersama dengan individu-individu lain dalam masyarakat.
Setiap kebudayaan dapat membuat perbedaan usia seseorang dapat dikatakan dewasa secara resmi, yang pada umumnya didasarkan pada perubahan-perubahan fisik dan psikologik tertentu. Dalam hal ini Hurlock (1990: 246), membagi masa dewasa menjadi tiga periode, yaitu:

(a)    Masa Dewasa Awal (18 – 40 tahun)
Pada masa ini perubahan-perubahan yang nampak antara lain perubahan dalam hal penampilan, fungsi-fungsi tubuh, minat, sikap, serta tingkah laku sosial
(b)   Masa Dewasa Madya (40 – 60 tahun)
Pada masa ini kemampuan fisik dan psikologis seseorang terlihat mulai menurun. Usia dewasa madya merupakan usia transisi dari Adulthood ke masa tua. Transisi itu terjadi baik pada fungsi fisik maupun psikisnya.
(c)    Masa Dewasa Akhir (60 – Meninggal)
Pada masa dewasa lanjut, kemampuan fisik maupun psikologis mengalami penurunan yang sangat cepat, sehingga seringkali individu tergantung pada orang lain. Timbul rasa tidak aman karena faktor ekonomi yang menimbulkan perubahan pada pola hidupnya.
                       
Menurut Hurlock ( 1990: 246 ) ciri-ciri masa dewasa awal adalah sebagai berikut :
1.      Masa dewasa awal sebagai masa bermasalah
Sejak awal masa dewasa, rata-rata individu diharapkan pada masalah-masalah yang berhubungan dengan penyesuain diri dalam berbagai aspek utama kehidupan orang dewasa. Masalah-masalah yang dihadapi kaum muda sangatlah rumit dan memerlukan waktu, maka berbagai penyesuaian diri tidak mungkin dapat dilakukan dalam waktu yang bersamaan, demikian pula bentuk akhir penyelesaiannya.
2.      Masa dewasa awal sebagai masa ketegangan
Kekhawatiran-kekhawatiran utama yang dialami seseorang di masa dewasa awal terpusat pada masalah pekerjaan, atau pada masalah-masalah perkawinan. Apabila seseorang tidak mampu atau merasa tidak mampu mengatasi masalah-masalah utama dalam kehidupan, maka mereka akan menjadi terganggu secara emosional.
3.      Masa dewasa awal sebagai masa keterasingan mental
Pada masa dewasa awal, diharapkan individu dapat menyesuaikan diri terhadap pola kehidupan baru, yaitu karier, perkawinan, dan rumah tangga. Sehingga dengan terjunnya seseorang ke dalam kehidupan baru, maka hubungan dengan teman-teman kelompok semasa remaja menjadi renggang dan bersamaan dengan hal itu, keterlibatan dengan kegiatan kelompok di luar menjadi berkurang, yang mengakibatkan adanya rasa kesepian. Apabila pada masa mudanya, selama sekolah dan kuliah, seorang individu termasuk popular dalam lingkungan pergaulannya, serta banyak mencuruahkan waktunya untuk kegiatan sekolah dan organisasi, maka perasaan sepi akan sangat terasa.
4.      Masa dewasa awal sebagai masa komitmen
Memasuki masa dewasa awal, seseornag mulai membuat pola-pola kehidupan baru dan membuata komitmen-komitmen baru pula. Pada masa ini seseorang memutuskan mengadakan komitmen untuk selamanya. Misalnya seseorang memutuskan untuk menikah dan berkeluarga, berarti dia berkomitmen untuk mendedikasikan hidupnya secara permanent untuk keluarganya.
5.      Masa dewasa awal sebagai masa ketergantungan
Banyak kaum muda masih tergantung pada orang tua atau bahkan orang lain selama jangka waktu tertentu. Ketergantungan ini dikarenakan seseorang masih membutuhkan biaya hidup, sementara mereka belum mampu menghasilkan sendiri.
6.      Masa dewasa awal sebagai masa perubahan nilai
Pada masa dewasa ini, individu akan mengadakan perubahan nilai-nilai. Perubahan ini dilakukan agar individu dapat diterima oleh anggota kelompok orang dewasa lainnya.
7.      Masa dewasa awal sebagai masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru
Di antara berbagai penyesuaian diri yang dilakukan orang muda terhadap gaya hidup baru, yang paling umum dilakukan adalah penyesuaian terhadap pola peran seks atas dasar persamaan derajat yang menggantikan peran tradisional, serta pola-pola baru dalam kehidupan berkeluarga, termasuk perceraian, orang tua tunggal, dan berbagai masalah pekerjaan.

8.      Masa dewasa awal sebagai masa kreatif
Bentuk kreativitas pada masa ini tergantung pada minat dan kemampuan individu serta kesempatan untuk mewujudkan keinginan dan kegiatan-kegiatan yang memberikan kepuasan maksimal.

2.2.2        Tugas Perkembangan Masa Dewasa Awal
Havighurst (Dalam Mappiare, 1983: 252) menyebutkan bahwa tugas-tugas perkembangan pada masa dewasa awal adalah sebagai berikut:
1.      Memilih teman bergaul (sebagai calon suami atau istri)
Pada umumnya, pada masa dewasa awal ini individu sudah mulai berpikir dan memilih pasangan yang cocok dengan dirinya, yang dapat mengerti pikiran dan perasaannya, untuk kemudian dilanjutkan dengan pernikahan (menjadi pasangan hidupnya)
2.      Belajar hidup bersama dengan suami istri
Masing-masing individu mulai menyesuaikan baik pendapat, keinginan, dan minat dengan pasangan hidupnya. Mulai hidup dalam keluarga atau hidup berkeluarga
3.      Mulai hidup dalam keluarga atau hidup berkeluarga
Dalam hal ini masing-masing individu sudah mulai mengabaikan keinginan atau hak-hak pribadi, yang menjadi kebutuhan atau kepentingan yang utama adalah keluarga

4.      Dituntut adanya kesamaan cara serta faham
Hal ini dilakukan agar anak tidak merasa bingung harus mengikuti cara ayah atau ibunya. Maka dalam hal ini pasangan suami istri harus menentukan bagaimana cara pola asuh dalam mendidik anak-anaknya.
5.      Mengelola rumah tangga
Dalam mengelola rumah tangga harus ada keterusterangan antara suami istri, hal ini untuk menghindari percekcokan dan konflik dalam rumah tangga.
6.      Mulai bekerja dalam suatu jabatan
Seseorang yang sudah memasuki masa dewasa awal dituntut untuk dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, yaitu dengan jalan bekerja. Dalam pekerjaannya tersebut, individu dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
7.      Mulai bertanggung jawab sebagai warga Negara secara layak
Seseorang yang dikatakan dewasa sudah berhak untuk menentukan cara hidupnya sendiri, termasuk dalam hal ini hak dan kewajibannya sebagai warga dari suatu Negara.
8.      Memperoleh kelompok sosial yang seriama dengan nilai-nilai atau fahamnya.
Setiap individu mempunyainilai-nilai dan faham yang berbeda satu sama lain. Pada masa ini seorang individuakan mulai mencari orang-orang atau kelompok yang mempunyai faham yang sama atau serupa dengan dirinya.
Penelitian secara spesifik memilih wanita bekerja dengan batasan usia 30 tahun ke atas sebagai subyek penelitian karena pada usia tersebut terdapat peningkatan tekanan untuk menikah dan menetap (Santrock, 2004: 123). Usia 30 tahun merupakan masa dimana banyak orang dewasa yang masih lajang membuat keputusan setelah  melalui pertimbangan yang matang untuk menikah  atau tetap melajang (Santrock,2004: 123). Jika seorang wanita ingin mengalami fase menjadi seorang ibu dan mengasuh anak dia akan merasa mulai dikejar waktu ketika mencapai usia 30 tahun. Seperti yang kita ketahui, secara medis kehamilan pada wanita berusia diatas 30 tahun mempunyai banyak sekali resiko. Dan semakin lanjut usia seorang wanita pada waktu hamil semakin meningkat probabilitas terjadinya “bahaya” pada sang jabang bayi nantinya.
Santrock (2004) dalam bukunya mengutip komentar seseorang laki-laki berusia 30 tahun. Dia mengatakan, “Hal ini adalah kenyataan. Kita memang seharusnya sudah menikah ketika mencapai usia 30, ini merupakan standart di masyarakat. Hal ini merupakan bagian dari hidup, dimana kita harus melakukan apa yang harus kita lakukan menurut standart umum (dalam bahasa ilmiah kita menyebutnya sebagai tugas perkembangan). Kita mulai mempunyai karier dan mempertanyakan siap sebenarnya diri kita pada waktu kita berusia dua puluhan. Pada usia tiga puluhan, seorang individu harus melanjutkannya dengan tugas lain. Agar tetap dianggap berada di jalur, pada usia ini kita harus mulai membuat rencana masa depan, mapan secara financial, dan mulai membentuk keluarga. Tetapi dalam jangka waktu 30 tahun ke depan selanjutnya, menikah menjadi kurang penting dibandingkan membeli rumah atau property lain (Santrock, 2004: 122).
Bagi seorang perempuan yang belum menikah, usia 30an adalah usia kritis dan banyak pilihan seperti di persimpangan jalam. Bila diamati stress lebih sering dialami seorang wanita ketika menginjak usia ini. Sebagian perempuan, malah semakin berkurang keinginannya menikah ketika melewati batas usia 30an, karena mereka semakin pesimis menggapai keinginan mereka yang satu ini. Meski demikian mereka, apalagi perempuan metropolis, masih memiliki keinginan-keinginan yang akhirnya membawa mereka mencari kesibukan lain dalam mengisi masa kesendiriannya (Amanah, Edisi Agustus 2002: 12).

2.3              PEKERJA SEKS KOMERSIAL (PSK)
2.3.1    Pengertian Pekerja Seks Komersial
PSK adalah para pekerja yang bertugas melayani aktivitas seksual dengan tujuan untuk mendapatkan upah atau imbalan dari yang telah memakai jasa mereka tersebut (Koentjoro, 2004:26).
Di beberapa negara istilah prostitusi dianggap mengandung pengertian yang negatif. Di Indonesia, para pelakunya diberi sebutan Pekerja Seks Komersial (PSK). Ini artinya bahwa para perempuan itu adalah orang yang tidak bermoral karena melakukan suatu pekerjaan yang bertentangan dengan nilai-nilai kesusilaan yang berlaku dalam masyarakat. Karena pandangan semacam ini, para pekerja seks mendapatkan cap buruk (stigma) sebagai orang yang kotor, hina, dan tidak bermartabat. Tetapi orang-orang yang mempekerjakan mereka dan mendapatkan keuntungan besar dari kegiatan ini tidak mendapatkan cap demikian. Jika dilihat dari pandangan yang lebih luas. Kita akan mengetahui bahwa sesungguhnya yang dilakukan pekerja seks adalah suatu kegiatan yang melibatkan tidak hanya si perempuan yang memberikan pelayanan seksual dengan menerima imbalan berupa uang. Tetapi ini adalah suatu kegiatan perdagangan yang melibatkan banyak pihak. Jaringan perdangan ini juga membentang dalam wilayah yang luas, yang kadang-kadang tidak hanya di dalam satu negara tetapi beberapa negara.
Perlu diakui bahwa eksploitasi seksual, pelacuran dan perdagangan manusia semuanya adalah tindakan kekerasan terhadap perempuan dan karenanya merupakan pelanggaran martabat perempuan dan adalah pelanggaran berat hak asasi manusia. Jumlah Pekerja Seks Komersial (PSK) meningkat secara dramatis di seluruh dunia karena sejumlah alasan ekonomis, sosial dan kultural.
Dalam kasus-kasus tertentu perempuan yang terlibat telah mengalami kekerasan patologis atau kejahatan seksual sejak masa anak. Lain-lainnya terjeremus ke dalam pelacuran untuk mendapat nafkah cukup untuk diri sendiri atau keluarganya. Beberapa mencari sosok ayah atau relasi cinta dengan seorang pria. Lain-lainnya mencoba melunasi utang yang tak masuk akal. Beberapa meninggalkan keadaan kemiskinan di negeri asalnya, dalam kepercayaan bahwa pekerjaan yang ditawarkan akan mengubah hidup mereka. Jelaslah bahwa eksploitasi perempuan yang meresapi seluruh dunia adalah konsekuensi dari banyak sistem yang tidak adil.
Banyak perempuan PSK yang berperan sebagai pelacur dalam dunia pertama datang dari dunia kedua, ketiga dan keempat. Di Eropa dan di tempat lain banyak dari mereka diper-dagangkan dari negeri lain untuk melayani permintaan jumlah pelanggan yang meningkat. Perbudakan manusia tidak baru. Organisasi Internasional Pekerja (ILO) menaksir 12.3 juta orang diperbudak dalam kerja paksa dan 2.4 juta dari mereka adalah kurban “industri” perdagangan, dan penghasilan tahunannya ditaksir sejumlah $10 milyar.

2.3.2    Sebab-sebab pelacuran
Dalam dunia protitusi yang ada hal-hal yang menyebabkan terjadinya kegiatan tersebut, karena banyak orang-orang yang orientasi hidunya pada materi. Karena tingginya aspirasi terhadap materi, maka pelacuran yang berhasil mengumpulkan banyka materi menjadi model atau contoh. Modeling adalah salah satu cara sosialisasi pelacuran yang mudah dilakukan dan efektif. Modeling biasanya bermula dari perasaan bangga kepada mereka yang bekerja sebagai PSK. Terdapat banyak pelacuran yang telah berhasil mengumpulkan kekayaan di komunitas yang menghasilkan PSK, sehingga mereka yang berada di lokalisai dengan mudah dapat menemukan model yang diinginkan. (Koentjoro, 2004:135)

2.4  KERANGKA KONSEPTUAL
0100090000032a0200000200a20100000000a201000026060f003a03574d4643010000000000010003020000000001000000180300000000000018030000010000006c00000000000000000000001f000000420000000000000000000000883b0000ef47000020454d46000001001803000012000000020000000000000000000000000000003e0b0000e20f0000cb0000001f010000000000000000000000000000331903009f600400160000000c000000180000000a000000100000000000000000000000090000001000000070080000320a0000250000000c0000000e000080250000000c0000000e000080120000000c00000001000000520000007001000001000000c9ffffff000000000000000000000000900100000000000004400022430061006c006900620072006900000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000001100b0b311001000000014b7110094b411005251603214b711000cb41100100000007cb51100f8b611002451603214b711000cb411002000000049642f310cb4110014b7110020000000ffffffff0c26d200d0642f31ffffffffffff0180ffff0180efff0180ffffffff000000000008000000080000feffffff01000000000000006801000025000000372e90010000020f0502020204030204ef0200a07b20004000000000000000009f00000000000000430061006c006900620072000000000000000000d4b41100dee32e31e88d083234b8110040b411009c38273104000000010000007cb411007cb41100e878253104000000a4b411000c26d2006476000800000000250000000c00000001000000250000000c00000001000000250000000c00000001000000180000000c00000000000002540000005400000000000000000000001f000000420000000100000059b6e14083dfe1400000000034000000010000004c00000004000000000000000000000070080000320a00005000000020006e742000000046000000280000001c0000004744494302000000ffffffffffffffff71080000330a0000000000004600000014000000080000004744494303000000250000000c0000000e000080250000000c0000000e0000800e000000140000000000000010000000140000000400000003010800050000000b0200000000050000000c02a1022d02040000002e0118001c000000fb020400020000000000bc02000000000102022253797374656d0000000000000000000000000000000000000000000000000000040000002d010000040000002d01000004000000020101001c000000fb02f2ff0000000000009001000000000440002243616c6962726900000000000000000000000000000000000000000000000000040000002d010100040000002d010100040000002d010100050000000902000000020d000000320a0d00000001000400000000002d02a20220410800040000002d010000040000002d010000030000000000
Gambar 2. Kerangka Konseptual
Penjelasan Kerangka Konseptual.
            Dalam kehidupan setiap individu akan mengalami masa hidup yang didalamnya terdapat beberapa tahapan perkembangan antara lain tahapan dewasa awal. Pada setiap tahapan pasti ada beberapa tugas-tugas perkembangan yang harus di lakukan. Jika dalam pelaksanaan tugas perkembangan tidak berjalan seperti yang ada pada beberapa teori yang telah dicantumkan, maka individu tersebut akan mengalami kegagalan dalam mencapai tugas-tugas perkembangan secara sempurna.
            Karena telah mengalami kegagalan dalam melaksanakan beberapa tugas perkembangan maka individu biasanya akan mengalami kejadian trauma terhadap kegagalan dalam melaksanakan tugas perkembangan tersebut. Individu menjadi PSk telah masuk dalam penyimpangan dari norma umum yang ada dalam masyarakat. Individu yang masuk kedalam penyimpangan tersebut mempunyai keinginan yang harus di capainya dan dalam mencapai keinginan tersebut pastinya ada beberapa kendala yang akan di hadapinya. Keinginan-keinginan tersebut akan membawanya kepada proses pencapaian makna hiidup dan cara memaknai hidup yang terangkum ke dalam tiga nilai antara lain nilai-nilai daya cipta atau kreatif, nilai-nilai pengalaman, dan juga nilai-nilai sikap yang muncul dalam masing-masing individu.




BAB III
METODE PENELITIAN

3.1       Tipe Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan tipe penelitian kualitatif. Dan sebelum membicarakan metode penelitian yang digunakan, sebaiknya diketahui dulu paradigma apa yang digunakan dalam penelitian ini. Paradigma mengacu pada set proposisi (pernyataan) yang menerangkan bagaimana dunia dan kehidupan dipersepsikan. Paradigma mengandung pandangan tentang dunia, cara pandang untuk menyederhanakan kompleksitas dunia nyata. Dalam konteks pelaksanaan penelitian, memberi gambaran mengenai apa yang penting, apa yang dianggap mungkin dan sah untuk dilakukan, apa yang dapat diterima akal sehat (Patton, 1990: dalam Poerwandari, 2001:10).
Paradigma menurut Kuhn (1970) merupakan sebuah orientasi dasar pada penelitian. Paradigma penelitian adalah keseluruhan sistem pemikiran yang termasuk asumsi-asumsi dasar, pertanyaan-pertanyaan penting yang harus  dijawab atau teka-teki yang harus diselesaikan, teknik penelitian yang digunakan dan contoh-contoh penelitian yang baik (Neuman, 2000: 65).
Ada dua paradigma besar menurut Sarantakos yang mendasari perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu-ilmu sosial dan ilmu tentang manusia, yakni paradigma positivistik dan paradigma interpretif. Sarantakos masih menyebutkan lagi satu paradigma, yakni paradigma kritikal yang menyusul berkembang dan memberikan banyak masukan bagi ilmu pengetahuan (Poerwandari, 2001:11). Sarantoks menampilkan bagan yang menyarikan inti pandangan ketiga paradigma besar tersebut. Dalam buku ini penulis mencoba menerjemahkan secara bebas bagan tersebut (Sarantakos, 1993:37 dalam Poerwandari, 2001:14).
Tabel 1: Perpektif Teoritis Ilmu-ilmu Sosial (Poerwandari,2001:14)
Kriteria
Positivisme
Intepretif/Fenomenologis
Kritikal
Realitas
§  Objektif, diluar individu
§  Dipersepsi melalui indera
§  Dipersepsi seragam
§  Diatur oleh hukum-hukum universal
§  Terintegrasi dengan baik untuk kebaikan semua
§  Subjektif
§  Diciptakan, bukan ditemukan
§  Diintepretasikan
§  Berada diantara subjektifitas dan objektifitas
§  Merupakan suatu hal kompleks
§  Diciptakan manusia bukan ada dengan sendirinya
§  Berada dalam ketegangan, penuh kontradiksi
§  Didasari opresi (penekanan) dan eksploitasi terhadap pihak yang lemah posisinya
Manusia
§  Rasional
§  Mengikuti hukum di luar dirinya
§  Tidak memiliki kebebasan kehendak
§  Pencipta dunia
§  Memberi arti pada dunia
§  Tidak dibatasi hukum di luar diri
§  Menciptakan rangkaian makna (system of meaning)
§  Dinamis, pencipta nasib
§  Dicuci otak, diarahkan secara tidak tepat, dikondisikan
Dihalangi dari realisasi potensinya secara utuh
Ilmu
§  Didasarkan pada hukum dan prosedur ketat
§  Deduktif
§  Nomotetis (mencari hukum-hukum umum)
§  Didasarkan pada impresi umum
§  Bebas nilai
§  Didasari pengetahuan sehari-hari
§  Induktif
§  Idiografis
§  Didasarkan pada intepretasi
§  Tidak bebas nilai
§  Diantara positivistik dan intepretif; kondisi-kondisi sosial membentuk kehidupan, tetapi hal tersebut dapat diubah
§  Membebaskan, memampukan
§  Menjelaskan dinamika sistem-sistem yang ada dan berkembang dalam masyarakat
§  Tidak bebas nilai


Penelitian ini menggunakan paradigma interpretif-fenomenologis. Dimana dalam paradigma ini penelitian sosial tidak selalu dan tidak langsung memiliki nilai instrumental untuk sampai pada peramalan dan pengendalian fenomena sosial. Penelitian dilakukan untuk mengembangkan pemahaman. Penelitian membantu mengerti dan menginterpretasi apa yang ada dibalik peristiwa: latar belakang pemikiran manusia yang terlibat di dalamnya, serta bagaimana manusia meletakkan makna pada peristiwa yang terjadi. Pengembangan hukum umum tidak menjadi tujuan penelitian, upaya-upaya mengendalikan atau meramalkan juga tidak menjadi aspek penting (Poerwandari, 2001:12).
Pertimbangan dipilihnya paradigma ini adalah,
  1. Penelitian kualitatif dekat dengan asumsi-asumsi paradigma fenomenologis-interpretif (Poerwandari, 2001:15)
  2. Pendekatan kualitatif mencoba menerjemahkan pandangan-pandangan dasar interpretif dan fenomenologis yang antara lain :
1.      Realitas sosial adalah sesuatu yang subjektif dan diinterpretasikan, bukan sesuatu yang lepas diluar individu-individu
2.      Manusia tidak secara sederhana disimpulkan mengikuti hukum-hukum alam diluar diri, melainkan menciptakan rangkaian makna menjalani hidupnya
3.      Ilmu didasarkan pada pengetahuan sehari-hari, bersifat induktif, idiografis dan tidak bebas nilai
4.      Penelitian bertujuan untuk memahami kehidupan sosial
(Sarantakos, 1993 dalam Poerwandari, 2001:16).
Paradigma interpretif memberikan implikasi bagi peneliti untuk menggunakan metode ilmiah yang mampu menangkap makna dari fenomena kehidupan manusia secara mendalam demi menggambarkan intisari permasalahan dengan lengkap. Pendekatan yang digunakan kemudian dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif deskriptif. Karakteristik dari penelitian deskriptif adalah (Newman, 1994:22),
  1. Memberikan detail dan gambaran yang akurat
  2. Menempatkan data baru yang bisa jadi berlawanan dengan data lama
  3. Menciptakan kategori dan tipe klasifikasi
  4. Mengklarifikasi konsekuensi dari tahap atau langkah
  5. Mendokumentasikan proses atau mekanisme sebab akibat
  6. Melaporkan pada background atau konteks dari sebuah situasi
Pendekatan terhadap permasalahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Kasus sendiri didefinisikan sebagai fenomena khusus yang hadir dalam suatu konteks yang terbatas (bounded context), meski batas-batas antara fenomena dan konteks tidak sepenuhnya jelas (Poerwandari, 2001:65). Kasus dapat berupa unit, dapat terdiri dari individu-individu, karakteristik atau atribut dari individu-individu, aksi dan interaksi, peninggalan atau artefak perilaku, setting, serta peristiwa atau insiden tertentu (Punch dalam Poerwandari, 2001:65).  Kasus dalam penelitian ini adalah makna hidup PSK pada rentang usia dewasa awal.
Pendekatan studi kasus membuat peneliti dapat memperoleh pemahaman utuh dan terintegrasi mengenai interelasi berbagai fakta dan dimensi dari kasus khusus tersebut. Studi kasus dapat dibedakan dalam beberapa tipe (Poerwandari, 2001:65):
  1. Studi kasus intrinsik.
  2. Studi kasus instrumental.
  3. Studi kasus kolektif.

Tipe dari studi kasus yang dipilih dalam penelitian ini adalah studi kasus instrinsik. Studi kasus instrinsik adalah penelitian yang dilakukan karena ketertarikan atau kepedulian pada suatu studi kasus khusus. Penelitian dilakukan untuk memahami secara utuh kasus tersebut, tanpa harus dimaksudkan untuk menghasilkan konsep-konsep atau teori ataupun tanpa upaya menggenerelasi. Selanjutnya mengeksplorasi tema yang dianggap penting dalam penelitian ini, yaitu Makna Hidup Pekerja Seks Komersial pada rentang usia dewasa awal.

3.2.      Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini adalah Makna Hidup yang terjadi dalam diri Pekerja Seks Komersial pada rentang usia dewasa awal. Penekanan selanjutnya Makna hidup adalah hal-hal khusus yang dirasakan penting dan diyakini sebagai sesuatu yang benar serta layak dijadikan sebagai tujuan hidup yang harus diraih, Makna hidup dapat diuraikan sebagai hal-hal apa saja yang diinginkan selama menjalani kehidupan, serta kendala apa yang dirasakan oleh Pekerja Seks Komersial pada rentang usia dewasa awal dalam mencapai makna hidup. Hal ini akan menjadi menarik karena Makna Hidup ini akan diteliti pada kaum mereka, dimana mereka diartikan sebagai seseorang yang memiliki identitas jelek dalam kehidupan lingkungan masyarakat. Dalam penelitian ini istilah PSK difokuskan pada individu yang berprofesi sebagai wanita penghibur dimana ditelusuri dari  perjalanan untuk dapat menemukan apa yang mereka berikan dalam hidup, apa saja yang dapat diambil dari perjalanan mereka selama ini, serta sikap yang bagaimana yang diberikan terhadap ketentuan atau nasib yang bisa mereka ubah.

3.3.      Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini ditentukan secara Purposif yang terstratifikasi. Kriteria subyek pada penelitian ini seperti yang didapat pada pengambilaa kasus tipikal. Dalam pengertian lain, pendekatan ini hampir serupa dengan pengambilan subyek dengan variasi maksimum. Melalui pendekatan ini, peneliti mengambil kasus-kasus dengan kondisi rata-rata (serupa dengan pengambilan kasus tipikal), tetapi juga kasus-kasus yang menjelaskan kondisi diatas rata-rata atau di bawah rata-rata dari suatu fenomena (Poerwandari, 1998:61). Kriteria utama dari subjek penelitian adalah:
Subyek adalah para wanita pada usia dewasa awal yang bekerja sebagai penghibur laki-laki hidung belang. Sedangkan dalam penelitian ini istilah Pekerja Seks Komersial (PSK) difokuskan pada individu dengan kondisi saat ini yang bekerja sebagai penghibur para laki-laki hidung belang di suatu tempat (lokalisasi).

3.4.      Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan alat pengumpul data berupa wawancara mendalam (depth interview) dan observasi dengan atau terhadap subjek penelitian yang terpilih. Keduanya dapat dirinci sebagai berikut:


Wawancara
Wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Wawancara dilakukan untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu-isu lain yang berkaitan dengan topik tersebut (Poerwandari, 1998: 73).
Beberapa model wawancara menurut Patton (dalam Poerwandari, 1998:73), antara lain:
a.       Wawancara konvensional yang informal:
Proses wawancara didasarkan sepenuhnya pada berkembangnya pertanyaan-pertanyaan secara spontan dalam interaksi alamiah. Tipe wawancara demikian umumnya dilakukan peneliti yang melakukan observasi partisipatif. Situasi demikian membuat orang-orang yang diajak bicara kemungkinan tidak menyadari bahwa ia sedang diwawancarai secara sistematis untuk menggali data.
b.      Wawancara dengan pedoman umum:
Proses wawancara ini dilengkapi dengan pedoman wawancara yang sangat umum, yang mencantumkan isu-isu yang harus diliput tanpa menentukan urutan pertanyaan, bahkan mungkin tanpa bentuk pertanyaan eksplisit. Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek yang dibahas, sekaligus menjadi daftar pengecek apakah aspek-aspek relevan tersebut telah ditanyakan atau dibahas.

c.       Wawancara dengan pedoman terstandar yang terbuka:
Wawancara ini menggunakan pedoman yang ditulis secara rinci, lengkap dengan set pertanyaan dan penjabarannya dalam kalimat.
  
Penelitian ini menggunakan jenis wawancara dengan pedoman umum. Isu-isu yang bersifat umum ditetapkan untuk menjaga perkembangan pembicaraan dalam wawancara tetap dalam fokus penelitian. Selain itu, tema pertanyaan yang akan dijawab subjek adalah tema yang masih bisa berkembang dalam pelaksanaan wawancara nantinya. Setiap subjek bisa memiliki Makna Hidup yang bebeda-beda, sehingga pengembangan pertanyaan wawancara yang menyesuaikan dengan kehidupan subjek sangat diperlukan. Jadi, pedoman umum untuk pertanyaan awal wawancara akan dibuat sama, sedangkan perkembangan berikutnya akan menyesuaikan dengan kekhasan di lapangan pada masing-masing subjek.
Observasi
Observasi adalah metode pengumpulan data yang paling umum dilakukan oleh peneliti, utamanya yang meneliti tentang perilaku manusia. Observasi merupakan metode untuk menangkap fenomena subjek dari kacamata peneliti. Penggambaran setting yang diperlajari, aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas, dengan cara melihat kejadian dari perspektif peneliti (Poerwandari, 2001:64).
Observasi mempunyai peran penting dalam mengungkap realitas subjek. Intensitas hubungan subjek dengan bagaimana subjek berperilaku ketika bersosialisasi dengan orang lain ataupun dengan peneliti ketika wawancara maupun di luar wawancara merupakan pembanding yang baik dengan hasil wawancara dalam mengidentifikasi dinamika yang terjadi dalam diri subjek. Berbagai pertimbangan tersebut menjadikan pilihan observasi yang dilakukan adalah jenis observasi yang terbuka, dimana diperlukan komunikasi yang baik dengan lingkungan sosial yang diteliti, sehingga mereka dengan sukarela dapat menerima kehadiran peneliti atau pengamat. Selain itu, observasi yang dilakukan juga merupakan observasi yang tidak terstruktur, dimana peneliti tidak mengetahui dengan pasti aspek-aspek apa yang ingin diamati dari subjek penelitian. Konsekuensinya, peneliti harus mengamati seluruh hal yang terkait dengan permasalahan penelitian dan hal tersebut dianggap penting. Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi perilaku subyek secara umum  sebelum dilakukannya wawancara, perilaku subyek ketika sedang melakukan proses wawancara dan observasi ketika subyek telah melakukan wawancara. Observasi juga tidak tertuju pada tempat ataupun lokasi wawancara, peneliti berusaha untuk melakukan wawancara di tempat tinggal subyek agar peneliti dapat memperoleh bayangan ataupun abstraksi maupun gambaran kehidupan yang dijalani oleh subyek.

3.5.                        Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis tematik dengan melakukan koding terhadap hasil transkrip wawancara yang telah diverbatim dan deskripsi observasi. Koding adalah pengorganisasian data kasar kedalam kategori-kategori konseptual dan pembuatan tema-tema atau konsep-konsep, yang digunakan untuk menganalisis data. Penelitian kualitatif melakukan koding terhadap semua data yang telah dikumpulkan. Koding adalah dua aktivitas yang dilakukan secara simultan, Reduksi data secara mekanis dan kategorisasi data secara analitis ke dalam tema-tema (Newman 2003: 200).
Prosedur Analisis
Georgi telah merumuskan sebuah metode fenomenologi di dalam psikologi yang terdiri dari tiga bagian: (a) reduksi (reduction), yaitu mengabaikan teori dan pengetahuan lain tentang bagaimanan fenomena terjadi, tapi dengan konsentrasi pada materi yang menjadi pegangan untuk mengetahui hal yang relevan; (b) deskripsi (description), yaitu mendeskripsikan lebih baik daripada mengintepretasikan materi; (c) mencari esensi (seeking the essense), yaitu dengan konsentrasi yang tinggi mendeskripsikan untuk mencapai struktur yang esensial. Analisis data dari studi yang disajikan ini berdasarkan pada metode Empirical Phenomenological Psychological (EPP) yang dikembangkan oleh Gunnar Karlsson berdasarkan hasil kerja dari Georgi.
Metode Karlsson untuk studi fenomenologi bertujuan pada pendeskripsian struktur dari makna fenomena. Metode ini lebih dipilih daripada metode fenomenologi yang lain karena metode ini dikembangkan, khususnya untuk riset dalam fenomenologi psikologi.  Metode ini juga telah memenuhi syarat utama bagi penggunaan metode fenomenologis, yaitu usaha membebaskan diri dari praduga-praduga atau pengandaian-pengandaian (Misiak & Sexton, 1988:12).
Metode berisi elemen Hermeneutik untuk kedua teks, yaitu material dan observer atau intervewer. Pada analisis (yaitu selama keseluruhan periode pengujian), keinginan untuk membaca secara lebih mendalam harus tetap terbuka dan membatasi dari opini yang biasa agar tetap terjaga kesatuan dengan materi yang dipelajari, “menjadi satu dengan materi”. Sedangkan analisis data ini ditunjukkan dalam lima langkah antara lain sebagai berikut:
Langkah 1
Peneliti membaca beberapa kali (minimal dua kali) transkrip dari masing-masing subjek hingga mengetahui secara baik, mengerti dan merasakan materi yang telah dicapai. Fokus dari membaca ini adalah untuk memunculkan fenomena psikologi yang relevan, tetapi tanpa tujuan pengetesan validitas dari hipotesis.
Langkah 2
Peneliti membedakan unit kecil yang disebut meaning units (MU). Ini tidak mengikuti aturan grammer yang mana pada penelitian ini menentukan subjek dalam jumlah kecil sebagai sampel penelitian, tetapi sebagai teks pengganti. Pada langkah kedua ini berarti pemilahan subjek penelitian telah di tentukan.
Langkah 3
Peneliti mentransformasikan masing-masing MU dari bahasa subjek kedalam bahasa peneliti. Bahasa subjek dirumuskan ke dalam bahasa yang relevan dengan pertanyaan penelitian (dengan kata-kata peneliti sendiri). Tidak ada aturan yang membatasi bahasa peneliti; bagaimanapun, bahasa sehari-hari lebih baik untuk kondisi psikologis.
Langkah 4
Peneliti mensintesiskan transformasi MU kedalam struktur yang tersituasikan (format rangkuman). Kategori ini mungkin kelihatan nyaris berbeda tergantung pada fenomena yang dijadikan referensi. Seorang mendeskripsikan bagaimana (noesis) fenomena diekspresikan, mengekspresikan dirinya dan apa (noerma) fenomenanya. Kategori ini dikembangkan dengan proses pemeriksaan secara berulang data kasar secara berkelanjutan di dalam cara hermeneutik.
Langkah 5
Peneliti bergerak dari struktkur yang tersituasikan kepada sebuah tema atau struktur yang lebih umum. Level abstraksi untuk penyajian hasil, ditentukan berdasarkan prinsip yang jelas, sehingga dicapai hasil tanpa detail yang terlalu luas. Tujuannya adalah untuk direfelksikan pada level yang lebih abstrak. Hasil dari analisis ditunjukkan dalam form dari kategori yang berbeda secara kualitatif yang mana akan diterangkan dan dicontohkan dengan merujuk pada kutipan yang diturunkan dari materi empiris.
Kelima langkah itu seharusnya tidak dikonsepkan sebagai aturan yang kaku untuk diikuti. Selanjutnya akan diadaptasi berdasarkan fenomena yang dipelajari dan kondisi dari materi. Keseluruhan lima langkah tersebut dilakukan berulang dan direview beberapa kali. Metode analisis data yang digunakan dalam studi ini juga berguna untuk meningkatkan pemahaman terhadap masalah, misalnya mengerti apa jenis pengalaman yang dipersepsikan oleh subjek dan bagaimana mereka mengalaminya. Metode EPP diharapkan akan membuat subjek mendeskripsikan pengalaman hidup mereka, sehingga karakteristik dan esensi dari fenomena dapat dideskripsikan dengan pemahaman yang lebih baik. Selain itu, analisis dengan EPP merupakan prosedur  pengolahan data dengan ketat (rigorious procedure) untuk tetap menjaga netralitas empatik sehingga hasil olahan data akan lebih kredibel.

3.6.                        Validitas dan Realibilitas Penelitian
Penelitian dengan metode kualitatif seringkali tidak memperoleh penghargaan sebesar yang dinikmati oleh penelitian dengan pendekatan kuantitatif karena anggapan kurang ilmiahnya penelitian kualitatif (Poerwandari, 2001: 100). Penelitian kualitatif tidak jarang dianggap lebih merefleksikan kerja seni, tidak menghasilkan data yang tetap dan terukur jelas, serta subjektif.  Dalam situasi yang demikian Marshall dan Rosman menyarankan bahwa peneliti kualitatif justru harus memberikan perhatian lebih besar pada isu validitas dan kualitas penelitiannya. Validitas  dalam penelitian kualitatif seringkali disebut sebagai kredibilitas. Sementara itu reliabilitas sering disebut sebagai dependabilitas.
Untuk meningkatkan kredibilitas dan dependabilitas penelitian ini maka dilakukan tringangulasi. Triangulasi mengacu pada upaya mengambil sumber-sumber data yang berbeda untuk menjelaskan suatu hal tertentu. Data dari berbagai sumber berbeda dapat digunakan untuk mengelaborasi dan memperkaya penelitian. Data yang berasal dari sumber berbeda, dengan teknik pengumpulan yang berbeda pula akan menguatkan derajat manfaat studi pada setting yang berbeda

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1              Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih selama empat bulan, dimulai sejak awal bulan Maret 2007 dan berakhir pada bulan Juni 2007. Adapun waktu penelitian ini dihitung sejak proses pencarian subjek penelitian hingga disusunnya laporan hasil penelitian ini secara bertahap. Waktu penelitian ini adalah waktu efektif. Setiap tahapan yang terjadi tidak berjalan secara mutlak, namun bisa diselingi dengan tahap selanjutnya demi efektivitas waktu tanpa mengurangi esensi dari penelitian itu sendiri.
Penelitian ini tidak lepas dari adanya kendala yang terjadi selama proses penelitian. Kendala yang ditemui pada penelitian ini diantaranya yang tersulit adalah negosiasi atau proses tawar menawar antara subyek penelitian dengan peneliti dimana semua subjek meminta agar hasil wawancara tersebut tidak di sebarkan pada surat kabar, berita media dan juga orang yang dekat dengan subjek. Namun setelah diberikan penjelasan bahwa seluruh identitas subyek penelitian akan dirahasiakan sepenuhnya oleh peneliti maka subyek mengizinkan hasil wawancaranya diproses ke dalam hasil penelitian.  
Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan. Tahap yang pertama adalah penentuan karakteristik dan usia subjek penelitian. Penelitian ini ingin mengetahui makna hidup PSK pada rentang usia dewasa awal. Dalam hal penentuan karakteristik dan usia subyek, pada awalnya peneliti menemukan karakteristik yang berbeda sebelum dan sesudah terjalin kedekatan subjek dengan peneliti. Namun setelah dikaji lebih mendalam melalui teori serta serta pendekatan diri peneliti terhadap semua subjek, akhirnya disusunlah kriteria untuk subjek penelitian berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam Bab III.
Tahap kedua adalah penelusuran informasi tentang subjek penelitian. Hal yang pertama kali dilakukan peneliti adalah mendekati orang yang sering bertemu dan berhubungan dengan diri subjek, pendekatan ini bertujuan untuk mencari beberapa subjek yang sesuai dengan kriteria dan karakteristik subjek yang telah ditentukan sebelumnya. Namun hal ini tidak berjalan lancar seperti yang telah di prediksikan peneliti, hal ini terlihat pada beberapa subjek usianya lebih dari tiga puluh lima tahun atau kurang dari dua puluh tahun, dan juga ada beberapa subjek yang tidak besedia diwawancarai karena tidak mau di tanya tentang kehidupan pribadinya.
Setelah melakukan negosiasi dengan beberapa subjek yang gagal untuk di wawancarai, akhirnya peneliti berusaha untuk mencari subjek lain di beberapa tempat lokalisasi yang ada di kota Tuban, Surabaya dan Mojokerto. Di kota Tuban peneliti berhasil menemukan dua PSK yang sesuai dengan kriteria penelitian, namun karena menurut peneliti informasi yang didapat masih kurang akhirnya peneliti berusaha untuk mencari beberapa PSK yang mau diwawancarai dan sesuai dengan kriterian penelitian. Akhirnya peneliti hanya berhasil menemukan seorang PSK yang ada di Jalan Diponegoro dan mau di wawancarai, melalui beberapa pendekatan. Untuk mendapatkan informasi yang lebih banyak akhirnya peneliti kembali ke kota Tuban untuk mencari seorang subjek melalui beberapa kenalan peneliti.
Untuk menjalin kepercayaan subjek terhadap peneliti, peneliti melakukan kegiatan yang biasa di lakukan orang-orang yang berhubungan dengan subjek, seperti karaoke, minum miras, namun tidak sampai melakukan aktivitas seksual, meskipun hal tersebut hampir terjadi.
Tahap selanjutnya atau tahap yang ketiga adalah tahap pengumpulan data yang berupa wawancara langsung disertai dengan observasi. Namun sebelum tahap ini dilakukan, terlebih dahulu disusun sebuah pedoman wawancara yang menjaga agar penggalian data ini tetap fokus pada data-data yang ingin diungkap. Pedoman wawancara tersebut tidak berlaku mutlak, namun menyesuaikan dengan kondisi yang terjadi di lapangan. Adapun proses pengambilan data untuk penelitian ini dapat diadministrasikan sebagai berikut:
Tabel 2. Jadwal Pengambilan data

Identitas
Tempat
Waktu
Kegiatan
Gagal
Gandul (Wono Rejo)
9 Maret 2007
Pk.09.30-11.00
Observasi dan membangun report
Gagal
Ndasen (SuroLoyo)
7 April 2007
Pk. 19.30-22.00
Observasi dan membangun report
MR
Gandul (Wono Rejo)
8 April 2007
Pk. 09.05-10.45
Observasi dan wawancara
KS
Pakis
14 April 2007
Pk. 11.00-12.30
Observasi dan membangun report
SR
Gandul (Wono Rejo)
20 April 2007
Pk.15.30-17.00
Observasi dan wawancara
Gagal
Ndasen (SuroLoyo)
22 April 2007 minggu siang
Observasi dan pencarian subjek
Gagal
Ndasen (SuroLoyo)
27 April 2007
Pk.20.00-21.00
Observasi dan pencarian subjek
SR
Gandul (Wono Rejo)
29 April 2007
Pk. 11.30-13.30
Observasi
Gagal
Mojokerto
1 Mei 2007
Pk. 22.00-00.30
Observasi dan pencarian subjek
MR
Gandul (Wono Rejo)
11 Mei 2007
Pk.21.30-22.00
Observasi dan wawancara
Gagal
Gandul (Wono Rejo)
19 Mei 2007
Pk.15.00-16.30
Observasi dan pencarian subjek
MN
Jl Diponegoro
22 Mei 2007
Pk. 23.30-00.33
Observasi dan wawancara
Gagal
Gandul (Wono Rejo)
26 Mei 2007
Pk.22.00-23.00
Observasi dan pencarian subjek
MR
Gandul (Wono Rejo)
27 Mei 2007
11.15-12.10
Observasi dan wawancara
Gagal
Moro Seneng
2 Juni 2007
Pk. 23.00-00.30
Observasi dan pencarian subjek
Gagal
Gandul (Wono Rejo)
9 Juni 2007
Pk. 15.30-16.30
Observasi dan pencarian subjek
gagal
Gandul (Wono Rejo)
10 Juni 2007
Pk.09.00-10.00
Observasi dan pencarian subjek
Gagal
Ndasen (SuroLoyo)
12 Juni 2007
Pk. 20.00-23.00
Observasi dan pencarian subjek
KS
Pakis
13 Juni 2007
Pk. 14.30 – 16.25
Observasi dan wawancara

Tahap yang keempat adalah penulisan transkrip wawancara. Untuk keefektifan waktu, penulisan transkrip wawancara tidak menunggu semua wawancara semua subjek selesai. Namun penulisan transkrip wawancara dilakukan sesegera mungkin setelah proses wawancara seorang subjek, asalkan tidak mengganggu proses wawancara yang lain. Proses observasi terhadap subjek dilakukan selama proses wawancara dengan membuat catatan-catatan kecil secara sederhana dan hal ini langsung disalin sesegera mungkin agar tidak lupa.
            Setelah semua hasil wawancara telah ditulis dalam bentuk transkrip, maka kepada transkrip-transkrip wawancara tersebut dilakukan koding. Setelah koding ini selesai barulah bisa dilakukan analisis terhadap penelitian ini menggunakan metode EPP (Empirical Phenomenological Psychological) yang penjelasan maupun tahapan-tahapannya telah dijelaskan pada Bab III.

4.2              Gambaran Lingkup Penelitian
Penelitian ini tidak spesifik dilakukan pada daerah tertentu, namun yang dititik beratkan di dalam penelitian ini adalah suatu fenomena tentang makna hidup PSK rentang usia dewasa awal. Penelitian ini berfokus pada orang yang hidup dengan kondisi sebagai kaum yang terasingkan dalam kehidupan masyarakat dan dapat memaknai hidup, faktor- faktor yang diinginkan untuk dapat mencapai makna hidup serta kendala yang dihadapai oleh PSK dalam mencapai makna hidup tersebut. Sedangkan makna hidup sendiri secara umum adalah bagaimana seseorang melakukan aktivitas yang mana setiap bentuk aktivitas atau pekerjaan tersebut bisa mengantarkan seseorang kepada hidup yang didekati secara kreatif dan dijalankan sebagai tindakan komitmen pribadi yang berakar pada keberadaan totalnya, meyakini dan menghayati kebenaran dan nilai-nilai yang berharga bagi dirinya serta merealisasikan nilai bersikap.
Penelitian pertama pada subyek I (MR) dilakukan sebanyak tiga kali yang mana kesemuanya dilakukan di rumah sekaligus tempat subjek bekerja. Pengambilan data yang pertama dilakukan salah satu ruang tamu yang biasa dilakukan untuk transaksi, kemudian pengambilan data yang ke dua dan ketiga di lakukan dalam suatu ruangan yang tepatnya kamar subjek sebagai tempat menjamu tamu. Ruangan  tepat di belakang ruang tamu dan sangat minim akan perabotan. Pada ruangan tersebut terdapat beberapa furniture antara lain almari, tempat tidur dan menja hias yang diatasnya terdapat beberapa alat make up dan beberapa alat kotrasepsi. Tempat tersebut dipilih karena persetujuan antara subyek dengan peneliti, selain peneliti menginginkan observasi yang mendalam terhadap seluruh aspek-aspek yang terkait pada kehidupan subyek.
Penelitian kedua pada subyek II (SR) dilakukan sebanyak dua kali yang mana kesemuanya dilakukan di tempat sebuah warung tempat subyek biasa membeli makanan dan sebuah rumah tempat tinggal atau tempat bekerja subyek. Di tempat tinggal subyek itu peneliti melakukan wawancara tepatnya di sebuah ruang tamu  dengan kondisi ruangan yang berantakan dimana banyak tutup botol dan botol miras. Tempat ini dipilih karena persetujuan antara subyek dengan peneliti, selain itu peneliti menginginkan observasi yang mendalam terhadap seluruh aspek-aspek yang terkait pada kehidupan subyek  Hambatan yang ditemui selama proses pengambilan data ini adalah suara kebisingan suara musik dari para tetangga.
Penelitian ketiga pada subyek tiga (MN) dilakukan sebanyak satu kali. Pada pertemuan tersebut dilakukan di sebuah rumah kosong yang di depannya terdapat sebuah kursi panjang terbuat dari kayu. Tempat tersebut merupakan tempat yang sepi dan biasa di gunakan subjek untuk bersembunyi ketika ada operasi atau razia. Tempat tersebut dipilih karena permintaan subjek. Suasana tempat tersebut sangat nyaman untuk dilakukan wawancara dan jarang sekali orang yang lewat daerah tersebut. Dalam proses wawancara tersebut tidak ada hambatan, sehingga sebjek dapat bercerita sedetailnya tentang kehidupannya.
Penelitian keempat pada subjek empat (KS) dilakukan sebanyak dua kali. Pada pertemuan yang pertama dan kedua dilakukan di sebuah warung tempat sehari-hari subjek makan dan warung tersebut merupakan warung milik saudara peneliti mendapatkan kemudahan dalam mencari subjek penelitian. Tempat tersebut merupakan tempat yang sangat ramai dan berisik dari suara kendaran bermotor, karena tempat tersebut dekat sekali dengan jalan raya Pantura dengan jarak sekitar lima belas meter. Tempat ini dipilih karena persetujuan antara subyek dengan peneliti, selain itu peneliti menginginkan observasi yang mendalam terhadap seluruh aspek-aspek yang terkait pada kehidupan subyek  Hambatan yang ditemui selama proses pengambilan data ini adalah suara kebisingan suara kendaraan bermotor.

4.3.1        Subyek I (MR)
a.      Profil
Nama (inisial)  : MR
Usia                 : 25 tahun
Pekerjaan         : PSK
Deskripsi         :
MR adalah anak perempuan tertua dari dua bersaudara dalam keluarga yang mengalami kehancuran akibat perceraian kedua orang tuanya sejak MR masih duduk di bangku SMP. Setelah kedua orang tuanya bercerai, karena MR lebih dekat dengan ibunya, MR memilih tinggal bersama Ibu dan neneknya, tidak lama dari waktu perceraian orang tuanya, Ibu MR meninggal dunia karena sakit-sakitan, setelah di tinggal oleh Ibunya  MR tinggal berdua bersama neneknya dan selang beberapa tahun Neneknya meninggalkan MR hidup sendiri. Saat ini MR masih  mempunyai saudara kandung yang tinggal dengan Ayahnya. Setelah di tinggalkan ibu dan Neneknya MR ingin menjalani kehidupannya sendiri tanpa bantuan Ayahnya, karena MR sudah sakit hati pada Ayahnya yang telah meninggalkan ibunya, disamping itu MR sakit hati juga kepada Ibu tirinya yang sudah merebut Ayah dari Ibu kandungnya.
Sebelum masuk menjadi PSK MR pernah menjalin hubungan percintaan dengan seorang laki-laki yang kemudian MR di khianati oleh kekasihnya setelah kekasihnya berhasil mendapatkan keperawanan MR di tinggalkan begitu saja oleh kekasihnya, setelah itu MR mengalami depresi yang sangat berat dan menyebabkan MR sering mabuk-mabukan di tempat hiburan. Dengan seringnya MR masuk ke tempat hiburan tersebut akhirnya MR menemukan laki-laki baru yang sering mengajak MR cek-in di sebuah hotel, setelah kenal lebih lama dengan laki-laki tersebut akhirnya MR di tawari bekerja menjadi PSK. Awalnya MR bekerja menjadi PSK karena wujud dari pelarian saja, tetapi setelah dia di tinggalkan oleh orang yang dekat dengan dia akhirnya dengan terpaksa MR melanjutkan profesinya menjadi PSK, karena faktor ekonomi untuk membiayai kehidupannya sendiri. MR menutupi identitas pekerjaannya sebagai PSK dengan cara mengaku kepada tetangganya kalau dia bekerja sebagai Sales Promotion Girls (SPG) sebuah Mal di surabaya.
MR saat ini mempunyai keinginan untuk berhenti dari profesinya sebagai PSK itu dan mulai membuka usaha baru, agar sewaktu dia berhenti dari pekerjaannya sebagai PSK dia bisa kembali di lingkungan masyarakat biasa. Disamping itu MR juga mempunyai keinginan untuk membangun hubungan yang serius dengan lawan jenis, meskipun pada saat ini dia masih belum bisa menghilangkan pandangan negatifnya pada laki-laki. Pada saat ini bisa di bilang MR sudah mapan dalam membangun sebuah keluarga, karena dia sudah mempunyai rumah peninggalan dari orang tuanya.
b.      Faktor-faktor yang Diinginkan dalam Mencapai Makna Hidup
Dalam kehidupan, manusia mempunyai keinginan-keinginan untuk dipenuhi dimana nantinya akan menyebabkan kehidupan yang dirasakannya menjadi penting dan berharga yang pada gilirannya akan menimbulkan penghayatan bahagia. Keinginan akan memaknai hidup yang bersifat unik dan spesifik hanya dapat diisi oleh diri sendiri, karena hanya dengan cara-cara tersebut seseorang akan mendapatkan sesuatu yang penting yang akan memuaskan keinginan manusia untuk memaknai hidup. Dari hasil analisis yang didapat maka keinginan pada subyek I (MR) dalam mencapai makna hidup adalah bagaimana dia ingin menjadi manusia biasa dan tidak di pandang masyarakat sebagai sampah masyarakat seperti yang terjadi pada dirinya sekarang ini, padahal tidak semua PSK itu mempunyai sifat yang buruk, mereka pasti juga mempunyai sisi yang positif dari dirinya, dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa mereka para PSK bekerja bukan hanya untuk kesenangan dalam hidupnya saja, melainkan mereka bekerja sebagai PSK untuk membiaya kehidupannya sendiri dan kehidupan keluarganya, karena mereka mempunyai tanggung jawab terhadap keluarganya. Hal ini nampak pada perkataan subyek mengenai tujuan dia bekerja sebagai PSK: Ya yang aku inginkan hanya mereka mau memahami kondisi aku saat ini yang terpaksalah bisa di bilang gitu dalam memilih pekerjaan ini, sebenarnya aku gak mau mas kerja kayak gini ini tersiksa mas batinku. Masak sih ada orang yang cita-citanya jadi wanita penghibur gak ada khan?” (MR270507/104). Maksud dari ungkapan subyek yang mempunyai keinginan untuk di mengerti mengenai kehidupan yang di jalani sekarang ini. karena sebenarnya subyek tidak ada niat untuk menjadi seorang PSK.
c.       Kendala yang Dihadapi dalam Mencapai Makna Hidup
Subyek berusaha untuk selalu memenuhi keinginan yang ada dalam dirinya. Namun dalam usahanya, pemenuhan keinginan tidak terlepas dari kendala yang ditemui dan harus dihadapi demi tercapainya suatu keinginan. Dengan tercapainya suatu keinginan  maka tercapailah juga makna hidup seseorang. Dari hasil analisis yang didapat maka kendala yang dihadapi subyek I dalam mencapai makna hidup adalah subyek berusaha membangun keluarga dengan orang-orang yang dicintainya selama ini sehingga keinginan akan adanya suatu keluarga yang akan mendampinginya di hari tua akan dapat tercapai, dan perasaan tenang didapatnya jika semua keinginan tersebut dapat tercapai oleh subyek. Namun setiap keinginan pasti didalamnya terdapat kendala yang harus dihadapi oleh subyek demi tercapainya keinginan tersebut. 
Membentuk keluarga bagi orang yang tidak mengalami kondisi seperti subyek memang mudah, namun subyek adalah seorang PSK yang seperti di ketahui masyarakat selama ini yang hanya memandang dengan sebelah mata akan keberadaan seorang PSK. Banyaknya stigma atau stereotipe negatif membuat subyek merasa kurang dapat leluasa bertindak untuk dapat menunjukan eksistensi diri dalam masyarakat. Subyek mengatakan: “Ya yang aku inginkan hanya mereka mau memahami kondisi aku saat ini yang terpaksalah bisa di bilang gitu dalam memilih pekerjaan ini, sebenarnya aku gak mau mas kerja kayak gini ini tersiksa mas batinku. Masak sih ada orang yang cita-citanya jadi wanita penghibur gak ada khan?” (MR270507/104). Karena jika kita lihat pada diri subyek mempunyai keinginan untuk di mengerti mengenai kehidupan yang di jalani sekarang ini, karena sebenarnya pada diri subyek tidak ada niat untuk menjadi seorang PSK.
Harapan akan adanya keadilan bagi golongan PSK seperti subyek selalu ada dalam diri subyek, namun subyek sadar bahwa hal tersebut akan sangat sulit terwujud mengingat dia tinggal di suatu negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama serta adat ketimuran. Keinginan akan pengertian masyarakat mengenai keberadaan PSK sepertinya hanyalah tinggal harapan semu yang menurutnya tidak mungkin akan tercapai. Pada akhirnya dia tidak ingin menggantung harapan yang terlalu tinggi untuk keinginan-keinginan yang dipercaya tidak dapat untuk diraihnya. Hal ini sesuai dengan yang dia katakan: “Ya cuman mencoba bertahan hidup aja mas, dan mencari uang untuk buka usahaku itu, kalo tuhan mengijinkan dan memberi aku laki-laki yang bener bener setia sama aku, aku rencananya mau berhenti dari pekerjaan ini dan itu tadi aku mau membuat toko untuk usahaku kalo aku berhenti berkerja dari sini” (MR270507/66). Kutipan ini mempunyai maksud bahwa sebenarnya subyek bekerja untuk bertahan hidup dan mewujudkan keinginannya di masa depan untuk membuka usaha. Subyek berharap suatu saat mendapatkan pasangan hidup yang benar-benar setia pada subyek.
Pandangan maupun penerimaan negatif yang dilakukan masyarakat menurut subyek membuat dirinya terlihat rendah di mata masyarakat. Subyek merasa pandangan ataupun penerimaan negatif yang terlanjur dilekatkan kepadanya membuat dirinya tidak dapat merasa seperti manusia yang dapat bebas melakukan aktivitas dengan siapapun, dimanapun, dan kapanpun yang diinginkan. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan subyek: Apalagi kalo dia tau aku kerja kayak gini mungkin dia gak bakalan mau nikah sama aku, aku khan kalo di pandang orang itu termasuk orang yang kotor lah mas” (MR270507/72). Karena di sini subyek beranggapan bahwa dirinya itu di pandang oleh masyarakat itu orang yang hina.
d.      Makna Hidup
Kehidupan subyek I (MR) sebelum menjadi pekerja seks komersial, subyek menjalani kehidupannya seperti kehidupan orang biasa, karena MR sebelum menjadi seorang PSK di tidak mengerti tentang kehidupan yang ada di lokalisai tersebut, seperti yang di ungkapkan MR pada saat wawancara,“Aku itu dulunya ya gak tau mas sama tempat  kayak ginian” (MR 270507/20)
MR melakukan pekerjaan menjadi PSK sampai sekarang ini karena beberapa faktor. Melakukan pekerjaan PSK merupakan wujud pelarian subyek dari kegagalan subyek dalam menjalin hubungan dengan mantan kekasihnya yang telah mengkhianati subyek, setelah kejadian itu subyek mulai berperilaku buruk dengan suka minum miras sampai mabuk dan di samping itu subyek mulai sering melakukan aktivitas seksual dengan orang lain yang di kenal di tempat hiburan tersebut. Akhirnya dengan seringnya subyek berhubungan dengan laki-laki yang baru dia kenal terjalinlah kedekatan mereka dan sampai subyek di tawari bekerja di tempat hiburan tersebut. Keadaan tersebut merupakan awal subyek terjun kedalam aktivitas bekerja sebagai PSK. Pertama kali sebagai PSK subyek menganggap pekerjaannya itu sebagai wujud pelarian subyek terhadap kekecewaan subyek pada mantan kekasihnya, seperti yang dikatakan subyek pada pertemuan ke tiga “....dulunya ya gak mau kerja ginian tapi dari pada aku pusing terus mikirin cowokku itu aku mau kerja ginian….” (MR 270507/24) hal ini di perjelas dari perkataan subyek: “Aku itu dulunya ya gak tau mas sama tempat  kayak ginian” (MR 270507/20). Pertama kali bekerja sebagai PSK subyek merasa nyaman karena kekecewaannya terhadap kejadian di masa lalu terlampiaskan dengan dia bekerja sebagai PSK, tetapi setelah kepergian orang terdekat, akhirnya subyek merasa pekerjaan yang sekarang di jalani ini karena terpaksa untuk membiayai kehidupannya sekarang ini, seperti yang di katakan subyek; “tapi sekarang aku khan tinggal dan hidup sendiri jadi mau gimana lagi aku harus bisa membiaya hidup aku sendiri ini” (MR270507/36).
Subyek melakukan pekerjaan sebagai PSK ini karena subyek membutuhkan uang untuk membiayai kehidupannya sendiri merupakan salah satu faktor pula yang memicu. Meskipun subyek masih mempunyai Ayah dan Ibu tiri, tetapi subyek tidak mau tinggal bersama mereka, karena subyek membenci Ibu tirinya yang telah merebut Ayahnya dan keinginan subyek untuk hidup sendiri, sehingga dalam diri subyek ada perasaan untuk bertahan hidup dengan berusaha sendiri. Pada saat itu subyek mengatakan: gak enak kalo aku tinggal sama mereka aku khan paling gak bisa tinggal dengan orang yang pernah nyakitin ibuku. Aku dendam kayak gitulah mas ke istri bapakku itu”. (MR270507/32) disamping itu seperti yang di katakan subyek: “Ngapain aku minta ke dia, dia itu lho sudah gak aku anggap orang tua aku lagi, ya itu karena dia itu sudah menikah dengan orang yang menyakiti hati ibu aku itu, dari pada aku ngemis-ngemis ke dia lebih baik aku jalani aja kehidupan aku sekarang ini sendiri”. (MR270507/37).
Subyek mempunyai pengalaman hidup saat berkerja sebagai PSK, dia sempat pindah-pindah dari tiga lokalisasi (Dolly, Moroseneng, Gandul). Saat pertama subyek menjadi PSK dia tinggal selama satu tahun di lokalisasi Dolly yang ada di kota Surabaya itu, karena subyek merasa sudah jarang sekali pelanggan yang mengajaknya tidur, maka subyek berhenti bekerja di Dolly sana dan pindah di lokalisasi Moroseneng yang berada di sebelah barat kota Surabaya. Seperti yang di katakan subyek pada peneliti: “Enggak aku di Dolly sana itu sekitar setahunan, trus habis itu aku pindah di Moroseneng” (MR270507/50). Dan di lokalisasi Moroseneng sana subyek hanya bertahan sekitar tujuh bulanan, karena di lokalisasi Moroseneng subyek mulai sadar kalau dia sedang di peralat oleh orang orang yang selama itu mempekerjakan dia sebagai PSK, karena di tempat seperti di Moroseneng itu setiap melayani tamu itu dia hanya mendapatkan uang sebesar lima puluh ribu saja dari hasil setiap berhubungan badan dengan pelanggannya. Akhirnya subyek pindah ke lokalisasi Gandul (Wonorejo) dengan bantuan temannya yang sama-sama ingin lepas dari Bosnya di Moroseneng. Dari perkataan subyek seperti ini; “Kalo dari Moroseneng ke sini aku di ajak temen ya sama seperti aku ini dia punya kenalan di sini dan itu akhirnya aku pindah ke sini ini” (MR270507/54).
Di tempat bekerja sekarang ini subyek merasakan kenyamanan dalam bekerja karena tidak ada perintah-perintah dan omelan-omelan lagi, selain itu subyek di lokalisasi yang baru ini merasa mendapat perhasilan yang lebih besar dari pada di tempat lokalisasi yang sebelumnya. hal ini diperkuat dengan ungkapan subyek yang mengatakan: kalo disini khan enak paling cuman ngasih uang sewa kamar aja, kayak gini khan aku dapet uang delapan puluhan trus nanti aku bayar uang kamarnya dua puluh aja, ya cuman itu aja” (MR270507/56). Di samping penghasilan subyek yang lebih besar, subyek merasa lebih dekat dengan daerah tempat tinggal asalnya, seperti yang diucapkan subyek: “……pastinya enakan di sini, lagian kalo di sini khan dekat dengan rumahku” (MR270507/58). Dari kutipan ini dapat diartikan bahwa subyek pindah ke lokalisasi sekarang ini karena merasa kurang nyaman dalam bekerja sehingga subyek keluar dari lokalisasi Moroseneng dan pindah ke lokalisasi Gandul atau Wonorejo Tuban.
Setelah tinggal di lokalisasi Wonorejo sekarang ini subyek mempunyai keinginan untuk berhenti dari profesinya bekerja menjadi PSK, karena subyek mempunyai pandangan tentang masa depannya dan subyek takut kalau usianya semakin tua subyek tidak akan laku lagi di bandingkan pada usianya sekarang ini, memang dalam pekerjaan pada umumnya pelanggan kebanyakan menginginkan berhubungan badan dengan PSK yang masih muda dan tergolong baru. Seperti yang dikatakan subyek: “Ya adalah masak sih mas orang mau bekerja terus-terusan seperti ini, orang khan lama kelamaan pasti tua, apa kalo orang yang bekerja seperti aku ini kalo sudah tua masih ada yang mau” (MR270507/42).
Dalam kehidupan, subyek I mempunyai beberapa keinginan yang harus dipenuhi dimana nantinya akan menyebabkan kehidupan yang dirasakannya menjadi penting dan berharga yang pada gilirannya akan menimbulkan penghayatan bahagia. Keinginan akan memaknai hidup yang bersifat unik dan spesifik hanya dapat diisi oleh diri sendiri, karena hanya dengan cara-cara tersebut seseorang akan mendapatkan sesuatu yang penting yang akan memuaskan keinginan manusia untuk memaknai hidup. Oleh sebab itu makna hidup yang dirasakan pada subyek I (MR) adalah dia hanya ingin mempertahankan hidupnya dengan menjadi seorang PSK dan sekarang ini dia hanya bisa berusaha mengumpulkan modal untuk modal keluar dari pekerjaannya tersebut. Hal ini di perjelas dengan adanya ungkapan “Ya cuman mencoba bertahan hidup aja mas, dan mencari uang untuk buka usahaku itu, kalo tuhan mengijinkan dan memberi aku laki-laki yang bener bener setia sama aku, aku rencananya mau berhenti dari pekerjaan ini dan itu tadi aku mau membuat toko untuk usahaku kalo aku berhenti berkerja dari sini. Yaa untuk biaya hidupku nanti lah mas”. Dalam membangun sebuah keluarga subyek hanya berharap ada laki-laki yang mau menikahinya dengan sepenuh hati dan setia terhadap subyek.
4.3.2        Subyek II (SR)
a.      Profil
Nama (inisial)  : SR
Usia                 : 25 tahun
Pekerjaan         : PSK
Deskripsi         :
SR adalah seorang perempuan yang sudah mempunyai seorang anak dari hasil pernikahannya dengan suaminya, akan tetapi sekarang ini SR sudah bercerai dengan suaminya, karena ada permasalahan keluarga yang menyebabkan kedua pasangan tersebut mengakhiri hubungan mereka. Setelah SR bercerai dengan suaminya SR mempunyai rasa tanggung jawab yang lebih terhadap anaknya, sehingga dengan mengorbankan dirinya SR bersedia untuk bekerja sebagai PSK di lokalisasi tersebut. Sebenarnya SR merasa tertekan dengan kehidupannya sebagai PSK yang menurutnya setiap menjamu tamunya dia merasakan adanya siksa batin dalam melakukan hubungan badan dengan tamunya itu. Tetapi karena desakan ekonomi akhirnya SR tetap berusaha untuk membuat tamunya senang.
 Tidak adanya ketrampilan pada diri SR membuatnya terjerumus dalam dunia prostitusi. Dengan bekerja sebagai PSK (pekerja Seks Komersial) SR dapat mencukupi kebutuhan kesehariannya. Lamanya waktu SR menjadi PSK ternyata tidak membuat SR menikmati profesinya. Rasa tanggung jawab SR terhadap kehidupan anaknya membuat SR bertahan dari profesinya sebagai PSK tersebut.
Sepanjang perjalanan hidup banyak pengalaman pahit yang dialami SR, mulai dari permasalahan ekonomi, masalah hubungannya dengan sang suami yang sering di hadapi subyek. Meskipun harus jatuh bangun dalam menghadapi berbagai masalah, namun SR berusaha untuk tabah dan kuat dalam menghadapi. Seperti mahluk sosial yang lain dalam menghadapi seluruh persoalan hidup SR dapat bertahan, karena rasa tanggung jawab subyek terhadap kehidupan anaknya. Keinginan untuk hidup berkecukupan adalah impian semua orang tidak terkecuali SR namun dengan tidak adanya ketrampilan hal tersebut akan sulit untuk dapat terwujud.
b.      Faktor-faktor yang Diinginkan dalam Mencapai Makna Hidup
Dari hasil analisis yang didapat maka keinginan pada subyek II dalam mencapai makna hidup adalah subyek hanya ingin perubahan ekonomi keluarganya yang sekarang ini masih di bilang sebagai keluarga yang tidak mampu atau keluarga miskin. Oleh sebab itu subyek menjalani pekerjaan sebagai PSK karena subyek tidak bisa lagi mendapatkan pekerjaan untuk membiayai kehidupan anak dan keluarganya yang berada desanya. Karena dalam permasalahan yang dihadapi subyek tidak mampu untuk berusaha dan hanya bisa pasrah dengan yang dihadapinya. Hal ini jelas seperti yang telah dikataka subyek mengenai hidupnya: “Ya di krasan-krasankan mas, aku di sini soale cari uang, kalo ngak krasan aku gak bisa dapat uang, trus yang biayai anakku sapa?...... Ya mau apa lagi mas memang ini sudah nasibku aku jadi wanita perhibur, tersiksa sih aslinya tapi aku berusaha untuk menjalani aja yang sudah ada.....Ya ada lah keinginan untuk berhenti tapi aku ini khan masih muda dan aku sekarang ini membutuhkan uang, jadi mau gimana lagi namanya orang kerja, ya harus di betah betahkan, kalo gak betah ya aku ma anakku mau makan apa?” (SR200407/68-70). Maka dari pengertian di atas sebenarnya subyek juga masih mepunyai keinginan untuk menikah lagi tapi untuk saat ini subyek masih mengalami ketraumaan terhadap laki-laki.

c.       Kendala yang Dihadapi dalam Mencapai Makna Hidup
Subyek berusaha untuk selalu memenuhi keinginan yang ada dalam dirinya. Namun dalam usahanya, pemenuhan  keinginan tidak terlepas dari kendala yang ditemui dan harus dihadapi demi tercapainya suatu keinginan. Dengan tercapainya suatu keinginan maka tercapailah juga makna hidup seseorang. Pada dasarnya manusia diciptakan sebagai mahluk sosial yang pada hakekatnya membutuhkan orang lain. Permasalahan timbul saat kebutuhan akan interaksi atau hubungan dengan orang lain tidak dapat terpenuhi. Permasalahan sama yang dialami subyek merupakan suatu titik tolak dimana kepribadian akan ketergantungan terhadap orang lain menjadi semakin terlihat.
            Subyek mempunyai pengalaman yang tidak menyenangkan akan hubungan subyek dengan suaminya, subyek saat masih bersama suaminya dia tinggal bersama keluarga suaminya dan di keluarga itu subyek sering mengalami permasalahan-permasalahan yang menimpa diri subyek dan suami subyek, hal ini sering di sebabkan oleh adanya perlakuan mertua subyek yang sebenarnya tidak menyetujui hubungan subyek dengan suaminya. Sehingga mertua subyek selalu berusaha untuk memisahkan subyek dengan suaminya. Subyek pernah mengatakan mengatakan: “Sudah pernah tapi ya gitu suamiku selingkuh dengan wanita lain” (SR 200407/28). Hal ini diperjelas dengan perkataan subyek: “...mertua saya itu khan orangnya gak suka sama saya karena saya ini dari keluarga yang tidak mampu. Trus ada aja permasalahan yang di buat oleh mertua saya. Sampai aku pernah di bilangkan ke suamiku kalo aku itu selingkuh ma tetanggaku” (SR 200407/38). Oleh sebab itu jika dilihat dari permasalahannya, maka subyek merasa tidak disukai oleh mertua karena berasal dari keluarga tidak mampu. Hal tersebut merupakan sesuatu yang menjadi pemicu keretakan rumah tangga subyek dengan mantan suaminya.
d.      Makna Hidup
Subyek mempunyai banyak pengalaman pahit disepanjang kehidupan yang dijalani. Subyek menjalani kehidupan dalam suatu keluarga yang dapat dikatakan diselimuti permasalahan keluarga dan perekonomian. Kekecewaan mendalam yang dirasakan subyek membuat subyek pergi mencari pekerjaan tanpa memiliki kemampuan dan ketrampilan dalam menghadapi tekanan kebutuhan ekonomi keluarganya. Hal ini jelas seperti yang di katakan subyek: “Ya di krasan-krasankan mas, aku di sini soale cari uang, kalo ngak krasan aku gak bisa dapat uang, trus yang biayai anakku sapa? Ya mau apa lagi mas memang ini sudah nasibku aku jadi wanita perhibur, tersiksa sih aslinya tapi aku berusaha untuk menjalani” (SR200407/68)
Kehidupan yang keras dan tanpa adanya kemampuan ataupun keterampilan khusus dari diri subyek serta dukungan dari orang-orang yang menyayangi membuat subyek menghalalkan segala cara untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Berawal untuk memenuhi kebutuhan perut, subyek melakukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan hati nuraninya sehingga subyek tetap bertahan melakukan pekerjaan yang di jalaninya sekarang ini untuk menyambung hidup subyek dan anaknya. Seperti yang di jelaskan subyek pada perkataannya: “Ya ada lah keinginan untuk berhenti tapi aku ini khan masih muda dan aku sekarang ini membutuhkan uang, jadi mau gimana lagi namanya orang kerja, ya harus di betah betahkan, kalo gak betah ya aku ma anakku mau makan apa, kelaparan lah mas.....” (SR200407/70)
Perasaan tidak nyaman saat bekerja menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK) membuat subyek berkeinginan untuk berhenti dari pekerjaanya sebagai PSK, namun dengan tidak adanya ketrampilan atau pemikiran untuk membuka usaha, maka akhirnya subyek hanya bisa pasrah dengan kehidupannya sekarang ini, seperti yang dijelaskan pada peneliti mengenai perkataannya: “Soale gini lho mas aku itu di sini khan ya mengalir aja kayak air gitu, mengikuti arus. Jadi gak tau kehidupanku yang akan datang”, (SR200407/54). Dengan demikian subyek memaknai hidupnya sekarang ini  seperti air mengalir saja dan mudah hanyut oleh suasana yang baru dalam kehidupan subyek.
           
4.3.3        Subyek III (MN)
a.      Profil
Nama (inisial)  : MN
Usia                 : 31 tahun
Pekerjaan         : PSK (pekerja seks komersial)
Deskripsi         :
 MN adalah seorang perempuan yang sudah pernah menikah dan mempunyai satu orang anak perempuan yang sekarang ini tinggal bersama kakak MN di kota Malang yang merupakan daerah asal MN. Kehidupan MN sebelum menjalani pekerjaan sebagai PSK dia merasa bahagia  dengan keluarga yang pernah dia bangun dengan suaminya. Tetapi sekarang ini MN tidak tahu dengan kondisi yang di hadapi suaminya sekarang ini, karena sudah cukup lama suaminya meninggalkan MN dengan anaknya pergi merantau ke Malaysia untuk menambak perekonomian keluarga mereka. Tetapi sampai sekarang ini tidak ada kabar sedikitpun dari suaminya, oleh sebab itu akhirnya MN mencari pekerjaan di kota Surabaya. Di Surabaya dia mendapatkan pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga. Dalam menjalani profesi sebagai pembantu MN tidak begitu lama akhirnya dia berhenti dari pekerjaannya itu, karena perlakuan majikannya yang genit terhadap MN.
Setelah MN berhenti dari pekerjaannya sebagai pembantu dia berusaha untuk mencari-cari pekerjaan yang sesuai dengan dirinya. Di saat itu pula ada seorang teman MN yang berprofesi sebagai PSK dan subyek saat itu sering di ajak temannya untuk melihat kondisi kota Surabaya pada malam hari, sekaligus menemani temannya bekerja sebagai PSK tersebut. Dengan seringnya subyek mengikuti temannya saat bekerja dan melihat cara mendapatkan uang yang gampang akhirnya subyek tertarik dengan pekerjaan sebagai PSK tersebut.
Dalam kehidupan, manusia mempunyai keinginan-keinginan untuk dipenuhi dimana nantinya akan menyebabkan kehidupan yang dirasakannya menjadi penting dan berharga yang pada gilirannya akan menimbulkan penghayatan bahagia. Keinginan akan memaknai hidup yang bersifat unik dan spesifik hanya dapat diisi oleh diri sendiri, karena hanya dengan cara-cara tersebut seseorang akan mendapatkan sesuatu yang penting yang akan memuaskan keinginan manusia untuk memaknai hidup
b.      Faktor-faktor yang Diinginkan dalam Mencapai Makna Hidup
Dari hasil analisis yang didapat maka keinginan pada subyek III dalam mencapai makna hidup adalah subyek mempunyai keinginan untuk mempunyai rumah dikota Surabaya walaupun kecil namun bisa di buat usaha saat subyek berhenti dari pekerjaannya sebagai PSK, karena subyek menyadari kalau usianya sudah tua dia tidak akan laku lagi. Hal ini seperti yang diucapkannya: “Aku punya target kok mas. Lho aku punya target kepingin punya rumah di Surabaya, tapi sekarang lagi nabung. Bener kepinginanku punya rumah di Surabaya gak mahal-mahal ya di kampung yang harganya di bawah seratus khan ada lah mas….Aku sudah bilang ke temen-temen kalo aku sudah beli rumah aku mau berubah. Berubah lah mas…. Harus itu, masak mau sih terus seperti ini. Aku khan gak mungkin muda terus pasti tua khan?” (MN220507/194). Hal ini juga di perjelas melalui perkataannya, “Iya mas aku sekarang ngejar target punya rumah..rumah dan punya modal sedikit untuk jualan apa… gitu. Kalo di Surabaya punya rumah sendiri khan enak mas. Ya gak mahal-mahallah di bawah seratus itu loo…khan ada di kampong. Aku mas walaupun kerja seperti ini untuk nyukupi anakku di kampong. Aku ini gak kayak anak-anak kalo punya uang digunakan untuk seneng-seneng, kalo punya uang di buat suka sama laki trus di buat mabuk-mabukan. Aku gak bisa begitu…mas”. (MN220507/196).
Subyek juga mempunyai keinginan untuk membangun rumah tangga baru lagi, meskipun untuk saat ini masih belum ada niat untuk menikah lagi, karena untuk saat ini subyek masih trauma dengan laki-laki dan subyek takut kalau nantinya akan di kecewakan lagi seperti kejadian subyek dengan suaminya. Seperti yang di katakan subyek: Ya ada sebenarnya, tapi untuk saat ini aku masih belum ada kepikiran untuk kawin lagi, karena ya itu aku masih trauma dengan kejadian yang sudah-sudah. (MN220507/192).
c.       Kendala yang Dihadapi dalam Mencapai Makna Hidup
Dari hasil analisis yang didapat maka kendala yang dihadapi subyek III dalam mencapai makna hidup adalah subyek berusaha membangun keluarga dengan orang-orang yang dicintainya selama ini sehingga keinginan akan adanya suatu keluarga yang akan mendampinginya di hari tua akan dapat tercapai, dan perasaan tenang didapatnya jika semua keinginan tersebut dapat tercapai subyek. Namun setiap keinginan pasti didalamnya terdapat kendala yang harus dihadapi oleh subyek demi tercapainya keinginan tersebut. 
Membentuk keluarga bagi orang yang tidak mengalami kondisi seperti subyek memang mudah, namun subyek adalah seorang PSK ysng seperti di ketahui masyarakat selama ini yang hanya memandang dengan sebelah mataakan keberadaan seorang. Banyaknya stigma atau stereotipe negatif membuat subyek merasa kurang dapat leluasa bertindak untuk dapat menunjukan eksistensi diri dalam masyarakat. Subyek mengatakan:
Harapan akan adanya keadilan bagi golongan PSK seperti subyek selalu ada dalam diri subyek, namun subyek sadar bahwa hal tersebut akan sangat sulit terwujud mengingat dia tinggal di suatu negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama serta adat ketimuran. Keinginan akan adanya hukum yang memihak serta memberinya kesempatan untuk dapat membela diri atas keberadaan PSK sepertinya hanyalah tinggal harapan semu yang menurutnya tidak mungkin akan tercapai. Pada akhirnya dia tidak ingin menggantung harapan yang terlalu tinggi untuk keinginan-keinginan yang dipercaya tidak dapat untuk diraihnya.
Pandangan maupun penerimaan negatif yang dilakukan masyarakat menurut subyek membuat dirinya terlihat rendah di mata masyarakat. Subyek merasa pandangan ataupun penerimaan negatif yang terlanjur dilekatkan kepadanya membuat dirinya tidak dapat merasa seperti manusia yang dapat bebas bebas melakukan aktivitas dengan siapapun, dimanapun, dan kapanpun yang diinginkan. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan subyek: “Ya ngak betah sebenarnya, ya karena sering di kejar-kejar sama polisi” (MN220507/132).  Sewaktu subyek bekerja di jalanan subyek sering merasakan ketidak nyamanan dalam bekerja karena subyek selalu merasa ketakutan akan adanya penertiban yang dilakukan oleh Polisi dan Satpol PP.
d.      Makna Hidup
Sejak kecil kehidupan subyek sangat menderita karena sudah di tinggal mati oleh orang tuanya. Setelah orang tuanya meninggalkan subyek sendiri subyek tinggal bersama Neneknya. Subyek dalam hidupnya tidak mempunyai kesempatan untuk meraih pendidikannya, karena untuk biaya sekolahnya tidak ada, hal ini seperti yang di katakan subyek: “Aku itu sejak kecil sudah di tinggal sama orang tuaku di desa sana, di daerah Blimbing Malang sana. Aku sekolahnya cuma sampai lulus SD aja karena ya gitu mau nglanjuti sekolah gak ada biaya. Sejak kecilkan aku tinggal sama nenekku aja” (MN220507/248). Subyek tidak bisa melanjutkan sekolahnya karena kehidupan keluarga subyek yang sangat miskin, untuk menyukupi kebutuhan hidupnya subyek juga ikut membantu orang tuanya dalam mencari makan dengan cara membantu orang tuanya di sawah. Hal ini di perjelas dengan perkataan subyek: “Ya bantu-bantuin orang tua di ladang, sawah. Ya ikut tanam padi juga di sawah. Lhaa.. wong itu lho bukan tanahnya orang tua sendiri, orang tuaku cuma jadi buruh tani aja” (MN220507/254).
Subyek saat ini status pernikahannya masih belum jelas, karena sejak di tinggal suaminya merantau ke Malaysia, subyek sama sekali tidak pernah menerima kabar bagaimana keadaan suaminya sekarang ini, apakah suaminya sekarang ini sudah menikah lagi atau belum. Jadi subyek menjalani kehidupannya sejak di tinggalkan suaminya hanya bersama anaknya yang sekarang ini masih berusia lima tahun. Karena tuntutan ekonomi akhirnya subyek mencari pekerjaan di Surabaya sebagai pembantu rumah tangga, tetapi hanya bertahan sekitar tiga bulan saja karena subyek tidak tahan dengan perlakuan majikanya yang kurang ajar terhadap subyek. hal ini seperti yang di katakan subyek pada peneliti: “Iya tapi belum cerai, waktu anakku usia dua tahun di tinggal pergi katanya mau bekerja……. Eee ke Malaysia, sampek anaknya usia lima tahun, gak pernak kasih kabar…….Wong kabar aja enggak kok kirim surat. Mangkanya aku trus kerja seperti ini, oh pertama aku kerja jadi pembantu rumah tangga sekitar tiga bulanan” (MN220507/66-70). “Ya itu suka pegang-pegang saya…hehe…. Ya kalo masih muda orangnya dia itu sudah tua kok. Tapi orangnya itu sering kegatelan kayak gitu lho mas” (MN220507/78).  
 Dalam usahanya subyek mencari pekerjaan di kota Surabaya ini, subyek saat itu tinggal di sebuah kos-kosan. Subyek menjadi PSK di kenalkan dengan seorang perempuan yang tinggal satu kos dengan subyek, karena subyek sangat akrab dengan perempuan tersebut. Tidak lama kemudian subyek tertarik dengan pekerjaan yang di tawarkan temannya itu sebagai seorang PSK, karena waktu itu subyek sering ikut temannya saat bekerja, dengan seringnya subyek menemani temannya saat bekerja itu akhirnya subyek merasa tertarik bekerja sebagai PSK, karena subyek merasa mencari uang dari pekerjaan itu sangat mudah, dan ini di jelaskan subyek pada perkataan subyek: “lama-lama ikutan berteman sama dia, pertama gak tau daerah sini, trus aku ikutan ke kosannya, trus dia cerita tentang pekerjaannya, kalo dia itu jadi anak nakal, trus dia menawari saya untuk ikut bekerja seperti ini, karena waktu itu saya butuh pekerjaan untuk biaya hidup” (MN220507/84-88).. Hal ini di perjalas lagi dengan “Pertama gak ikutan aku, ya itu saya sering main ke kosannya, trus sering diajak keluar malem dan lama-lama aku tertarik aja.” (MN220507/94).  
Dalam pekerjaannya sebenarnya subyek merasakan ketidak nyamanan dan tekanan seperti pada saat subyek melayani tamunya, subyek merasa ketidaknyamanan berhubungan dengan orang yang tidak dikenal “….ya susah, bukan terpaksa apa keenakan. Habis di gituin orang yang gak kenal ya kalo orang suka sama suka khan rasanya pasti beda dan juga enak rasanya, gak suka gak kenal tiba-tiba maen” (MN220507/156).  Ditambahkan  dengan pernyataan subyek yang tidak tahan dalam pekerjaannya  karena sering di kejar-kejar oleh polisi dalam razia penertipan “Ya ngak betah sebenarnya, ya karena sering di kejar-kejar sama polisi”, (MN220507/132).  
Sebenarnya sebelum menjadi seorang PSK subyek juga mempunyai usaha untuk memenuhi kehidupannya dan keluarganya dengan menjadi pembantu rumah tangga  dalam pernyataannya“…oh pertama aku kerja jadi pembantu rumah tangga” (MN220507/70). Dan setelah berhenti dari pekerjaannya menjadi pembantu di tempat majikan pertamannya dia sebenarnya mempunyai keinginan untuk balik lagi menjadi pembantu rumah tangga dengan melamar lagi di tempat penampungan penyaluran jasa pembantu, “rencananya mau balik lagi menjadi pembantu rumah tangga di tempat penampungan di segaran wetan, sido yoso(MN220507/82).  
Tujuan subyek bekerja menjadi PSK karena subyek merasa bertanggung jawab terhadap kehidupan anaknya yang sekarang ini tinggal bersama kakaknya di daerah asalnya, sehingga yang menjadi motivasi subyek bekerja menjadi seorang PSK karena rasa tanggung jawab subyek terhadap kehidupan anaknya selanjutnya, hal ini terbukti karena adanya ungkapan subyek mengenai: “pokoknya aku mencari uang ini sekarang ya untuk anakku. Sebenarnya aku ya takut mas bekerja seperti ini, tapi mau apa lagi demi anak mas”  (MN220507/122)
Dalam kehidupan subyek sekarang ini mempunyai keinginan-keinginan untuk dipenuhi dimana nantinya akan menyebabkan kehidupan yang dirasakannya menjadi penting dan berharga yang pada gilirannya akan menimbulkan penghayatan bahagia. Keinginan akan memaknai hidup yang bersifat unik dan spesifik hanya dapat diisi oleh diri sendiri, karena hanya dengan cara-cara tersebut seseorang akan mendapatkan sesuatu yang penting yang akan memuaskan keinginan manusia untuk memaknai hidup seperti pada ungkapan subyek tentang tujuan hidupnya sekarang ini yang ingin mengumpulkan modal buat membeli rumah di kota Surabaya dan mempunyai modal sedikit untuk membuka usaha jualan, hal ini sesuai dengan yang diungkapkan subyek: “mas aku sekarang ngejar target pingin punya rumah..dan punya modal sedikit untuk jualan apa… gitu. Kalo di Surabaya punya rumah sendiri khan enak mas”. (MN220507/196) apa yang di lakukan subyek tersebut merupakan ciri yang membedakan antara subyek dengan teman-temannya, karena dari cerita subyek kehidupan teman-temanya jika mempunyai uang banyak biasanya di gunakan untuk bersenang-sengan dengan laki-laki lain, hal tersebut jelas dengan yang diungkapkan subyek: “Aku ini gak kayak anak-anak kalo punya uang digunakan untuk seneng-seneng, kalo punya uang di buat suka sama laki trus di buat mabuk-mabukan” (MN220507/196) dengan demikian yang menjadi makna hidup pada diri subyek adalah usaha subyek untuk merubah kehidupannya dengan cara berusaha untuk tetap menjalani kehidupanya menjadi seorang PSK di pingiran jalan raya dengan tujuan mengumpulkan modal untuk membuka usaha ketika subyek berhenti dari pekerjaanya menjadi PSK.

4.3.4.   Subyek IV (KS)
a.      Profil
Nama (inisial)  : KS
Usia                 : 34 tahun
Pekerjaan         : PSK (pekerja seks komersial)
Deskripsi         :
            KS adalah seorang perempuan yang sudah pernah berkeluarga dan sekarang ini memiliki dua orang anak satu perempuan dan satu laki-laki dari suami pertamanya.  Kehidupan pernikahan KS selama ini sering mengalami kegagalan. Hal ini dapat dilihat sudah berulang kali KS menjalin hubungan dengan laki-laki dan bahkan sampai melanjutkan hubungan mereka ke jenjang pernikahan. Tetapi dari semua laki-laki yang pernah menikah dengannya mengalami kegagalan, yang disebabkan kondisi KS yang tidak dapat memberikan keturunan untuk mereka
Kedua anak KS sekarang ini sudah menikah dan bahkan sudah mempunyai anak. KS bertahan menjadi seorang PSK karena dia merasa masih perlu banyak modal untuk menjadikan kehidupannya lebih baik. Seperti pada saat ini KS mempunyai keinginan untuk membuatkan sebuah toko untuk anak keduanya yang selama ini belum mendapatkan pekerjaan yang tetap, sehingga hal ini menyebabkan KS meneruskan profesinya sebagai PSK.
Awal KS menjadi PSK di karenakan kegagalan pernikahannya dengan suami pertama. Setelah perceraiannya dengan suaminya KS ikut membantu tantenya dalam menjaga rumah makan milik tantenya itu walaupun gajinya cuma di beri makan saja. Tetapi tidak lama kemudian terjadi hal yang tidak diinginkan, paman dari suami tantenya itu berusaha untuk memperkosa KS dan akhirnya KS lari dari rumah tantenya itu dan pergi ke Surabaya atas tawaran yang di berikan pembantu tantenya itu dan KS selama itu tidak tau kalau dia itu tinggal di lokalisasi. Awalnya KS tidak mau melayani tamu, tetapi waktu itu ada seorang laki-laki tua yang merasa kasihan dengan KS, dia sering memberikan makan dan uang kepada KS, akhirnya KS lama-kelamaan mau di ajak tidur dengan laki-laki tersebut. Dari situlah awal KS mulai bekerja sebagai PSK, karena KS merasakan kemudahan dalam mencari uang.

b.      Faktor-faktor yang Diinginkan dalam Mencapai Makna Hidup
Dari hasil analisis yang didapat maka keinginan pada subyek IV dalam mencapai makna hidup adalah subyek mempunyai keinginan untuk membangun sebuah perkawinan kembali, namun dia masih meragukan laki-laki yang aka menjadi pasangannya sehingga dalam waktu dekat ini subyek masih berusaha untuk mencari-cari dan memilih laki-laki mana yang akan di jadikan suami subyek, seperti pada pernyataan subyek: “Ya kalo mau ya.... ya kalo mau ya ini sudah ada yang mau nikahi sekarang sudah ada, yang mau ngeluarin aku dari sini khan sudah ada, tapi ya di madu juga khan. Tapi aku masih trauma, pikir-pikir dulu ahh..” (KS120607/132). Seperti yang di ungkapkan subyek mengenai trauma terhadap laki-laki yang pernah menyakiti kepercayaan subyek terhadap mereka, Sekarang itu aku masih kayak truma gitu lah, tapi anak saya sekarang khan sudah berkeluarga dan aku gak mau kalo anak saya itu tau pekerjaanku itu kayak gini aku takut nanti anak saya kalo tahu kedaanku sekarang ini itu. Dan aku juga takut laki-laki itu khan tau keadaanku kayak gini dan aku takutnya nanti aku cuman di permainkan saja dan cuman pingin ngambil hartaku aja gitu”.
            Dalam usianya sekarang ini yang hampir masuk pada tahap dewasa madya subyek hanya mempunyai keinginan untuk membahagiakan kehidupanya sebagai seorang ibu dan nenek yang baik di hadapan kedua anaknya, karena Subyek merasa sekarang ini bukan waktunya untuk senang-senang, karena yang ada di pikiran subyek saat ini hanya mencarikan biaya untuk anak dan cucunya. Hal ini nampak pada ungkapan subyek: “.... mangkanya kalo kerjaanku ini gak ada waktu buat seneng, ya sori ya kalo di bandingkan sama anak-anak yang lainnya, khan mondar-mandir sama laki-laki gini...gini gini gini di buat mabuk sama laki-laki lain dan menghabiskan uangnya untuk laki-laki itu, aku gak bisa gak ada waktu untuk kayak anak-anak lain itu, sekarang waktuku itu cumak...pikiranku itu cumak nyarikan anak dan nyarikan cucu, nyarikananak, nanti gini aku sekarang belikan cucu yang satu terus kalo ada rejeki belikan cucu yang lainnya, belikan cucu yang lainnya kayak gitu terus” (KS120607/128).

c.       Kendala yang Dihadapi dalam Mencapai Makna Hidup
Dari hasil analisis yang didapat maka kendala yang dihadapi subyek I dalam mencapai makna hidup adalah subyek berusaha membangun keluarga dengan orang-orang yang dicintainya selama ini sehingga keinginan akan adanya suatu keluarga yang akan mendampinginya di hari tua akan dapat tercapai, dan perasaan tenang didapatnya jika semua keinginan tersebut dapat tercapai subyek. Namun setiap keinginan pasti didalamnya terdapat kendala yang harus dihadapi oleh subyek demi tercapainya keinginan tersebut. 
Harapan akan adanya keadilan bagi golongan PSK seperti subyek selalu ada dalam diri subyek, namun subyek sadar bahwa hal tersebut akan sangat sulit terwujud mengingat dia tinggal di suatu negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama serta adat ketimuran. Keinginan akan adanya hukum yang memihak serta memberinya kesempatan untuk dapat membela diri atas keberadaan PSK sepertinya hanyalah tinggal harapan semu yang menurutnya tidak mungkin akan tercapai. Pada akhirnya dia tidak ingin menggantung harapan yang terlalu tinggi untuk keinginan-keinginan yang dipercaya tidak dapat untuk diraihnya.
Seperti pandangan subyek saat ini mengenai laki-laki yang dekat dengan seubyek. Dia merasakan ketidak percayaannya kepada lak-laki yang ingin menjalin hubungan yang lebih serius dengan diri subyek, karena subyek saat ini mengkhawatirka jika subyek menikah lagi dan dia takut kalau dia bakal di khianati lagi oleh laki-laki. Oleh sebab itu untuk saatini subyek masih pikir-pikir dulu jika ada laki-laki yang mau menikahinya, hal ini jelas seperti yang diungkapkan subyek:  “Ya itu aku takut kalo nanti aku diplorotin sama laki-laki dan aku masih trauma sama namanya laki-laki itu. Khan sekarang anakku sudah besar dan kalo sekarang ini aku bisa di bilang kalo dipandang dari segi ekonomi itu aku sudah cukup lumayan mampu khan” (KS120607/136). Dan juga di perjelas dengan ungkapan subyek mengenai laki-laki antara lain subyek mempunyai pendapat mengenai orang laki-laki itu lebih kejam dari pada orang perempuan. Oleh sebab itu sekarang ini subyek hanya mempunyai tujuan hidup untuk mencari uang saja. Seperti yang di katakan subyek: “... sekarang gini ya kasarannya, lonte lanang itu lebih kejam dari pada lonte wedok. Nah pelacur laki-laki itu lebih kejam dari pada pelacur perempuan. Nah aku sekarang takutnya kayak gitu lah. naaah sekarang tujuanku kerja dan kerja cari uang aja” (KS120607/136)

d.      Makna Hidup
            Kehidupan yang dijalani subyek sangatlah memperhatinkan karena sejak dia kecil subyek sudah hidup menderita dengan kondisi keluarganya yang tergolong tidak mampu. Mengenai masalah dengan pendidikan subyek termasuk orang yang buta dengan ilmu pengetahuan karena subyek tidak lulus pada sekolah dasar. Hal ini di sebabkan karena kondisi perekonomian keluarganya yang kurang mampu untuk membiayai sekolah subyek. Hal ini jelas seperti yang dikatakan subyek: “Aku SD aja gak lulus lho” (KS120607/156). Tetapi jika di lihat dari keadaan subyek sekarang ini subyek termasuk orang yang berhasil dalam memandaikan anaknya, karena subyek bisa menyekolahkan anak-anaknya sampai tingkat atas (SMA), meskipun itu dari biaya subyek bekerja sebagai PSK. Seperti yang di katakan subyek: “Kalo yang perempuan dia sampai lulus SMA dan kalo yang kedua itu dia sekolah sampai lulus STM (KS120607/220).
Dalam perjalanan hidupnya subyek sudah pernah menikah sebanyak empat kali dengan laki-laki yang dia kenal di tempat lokalisasi, jika di lihat dari pengalaman subyek tentang kegagalan dalam menjalin hubungan dengan laki karena ada faktor yang menyebabkan putusnya hubungan subyek dengan mantan-mantan suaminya. Menurut cerita dari subyek, subyek gagal melanjutkan hubungan dengan suami-suaminya itu karena subyek tidak bisa memberikan keturunan kapada suami-suaminya tersebut, oleh sebab itu yang menjadi alasan putusnya hubungan mereka. Hal ini sesuai dengan cerita yang di katakan subyek pada peneliti,”Sudah berapa kali ya eee... ha...ha... ha... satu...dua... tiga... empat... lima. Lima kalo ini jadi. kalo saya urut Bojonegoro, Madura, Madiun, Tuban yang pak Inggi itu trus yang satunya ini kalo jadi, kalo laku ya ha...ha... ya kalo masih laku ya InsyaAllah lima ha..ha..ha...”. (KS120607/186)
Sebelum menjadi PSK subyek pernah bekerja membantu tantenya jualan di rumah makan milik tantenya tersebut dan pada saat itu dia pernah mau di perkosa dengan suami tantennya itu, “....karena pada waktu itu malem aku itu mau di perkosa sama Pak Lik waktu aku sudah selama empat bulanan aku tinggal sama bulek saya itu” (KS120607/210)  setelah kejadian tersebut subyek berusaha untuk menceritakan kejadian tersebut dengan pembantu yang tinggal serumah dengan subyek dan pembantu tersbut menawarkan pekerjaan pada subyek di Surabaya tepatnya di lokalisasi Bangunrejo “Trus paginya aku cerita sama pembantunya. Aku cerita gini-gini gini mbak aku mau keluar aja dari sini aku mau cari tempat lain aja. Dan dia menawarkan kalo mau aku ada tempat di surabaya. Terpaksa aku maulah ikut ke surabaya” (KS120607/210).
 Awalnya subyek tidak mau melayani tamunya, tetapi setelah subyek kenal dengan kapten kapal yang usianya jauh lebih tua dari subyek dan dengan kesabaran si kapten tersebut akhirnya subyek mau melayani orang tersebut. Sehingga hal tersebut menjadi awal subyek bekerja menjadi seorang PSK, hal ini seperti yang diungkapkan subyek:“Iya, itu aku selama satu minggu tinggal di situ sampai sepuluh hari aku gak berani terima tamu. Trus ada seorang yang kasihan sama aku itu Kapten kapal di perak sana”(KS120607/214). Dan di perjelas dengan ungkapan subyek mengenai kesabaran si kapten kapal tersebut: “Dan dia itu orangnya khan tlaten ya ngasih uang trus perhatian sama aku akhirnya aku mau juga di tiduri sama dia, ya mau akhirnya. Di tlateni sama dia.... pokoknya dia itu orangnya tlaten sama aku dan akhirnya aku juga sering di ajak tidur kayak gitu lah”  (KS120607/216).
Subyek mempertahankan pekerjaanya sebagai PSK karena subyek masih merasa membutuhkan pekerjaanya itu untuk dapat memenuhi semua kebutuhan yang ada dalam diri subyek dan keluarga subyek seperti saat ini subyek mempertahankan profesinya sebagai PSK karena pada saat ini dia berusaha untuk mencarikan modal untuk anak keduanya, yang sekarang ini masih belum mendapatkan pekerjaan yang tetap, sehingga subyek di sini masih merasa mempunyai tanggung jawab terhadap kehidupan anaknya. Hal ini jelas sekali dari perkataan subyek mengenai keinginan untuk memperthankan profesinya sebagai PSK: “Jadi sekarang ini aku masih kayak gini karena untuk mencarikan modal buat anak saya yang terakhir itu, nah kayak gitu dan dia sekarang khan sudah punya anak kan”. (KS120607/116) dan ini di perjelas lagi dari perkataan subyek: “iya bukan bantu tapi ya aku yang tanggung jawab gitu. Nanti aku kepingin malah gini ya. Aku kemarin khan dari rumah khan, jengguk gitu. Di sana itu sepeda sudah punya dan rumah sudah ada. Tapi ini ya... katanya kepingin buka toko gitu, kalo isinya nanti dari mertuanya jadi aku Cuma di suruh membuatkan tokonya saja...dan sekarang aku cari, harus kerja keras kayak gitu” (KS120607/118).
Pada kehidupannya selanjutnya, setelah subyek berhenti dari profesinya sebagai seorang PSK subyek mempunyai prinsip bahwa dia pada kehidupan masa tuanya tidak mau menjadi beban oleh keluarga anak-anaknya karena subyek mempunyai keinginan untuk hidup mandiri sampai kematian menjemputnya oleh sebab itu subyek mempuyai keinginan untuk membuka usaha kecil-kecilan buat biaya hidupnya setelah berhenti dari pekerjaannya sebagai PSK tersebut. Seperti yang di ungkapkan subyek pada peneliti saat wawancara: “Aku ya sudah tinggal aku cari untuk modal aku sendiri untuk masa depan aku sendiri, aku kalo bisa aku nantinya tidak mau terbeban oleh ya anak, aku kalo bisa aku cari sendiri he eee. Ya aku kepinginnya aku ini hidup mandiri sampai akhir hayat ya mudah-mudahan kayak gitu mas. Dan selagi aku masih bisa kerja sendiri. Nah itu kalo anakku sudah berhasil semua, itu sudah bangga khan” (KS120607/124).
Dalam kehidupannya sekarang ini subyek menjalani pekerjaannya menjadi seorang PSK hanya bisa pasrah “Kepuasan hidup ya gini lah mas seperti saya ini kerja seperti ini ya harus aku jalanilah, kemungkinan ini khan sudah takdir dari yang di atas, kalo aku menurut aku, aku cuma bisa pasrah aja, soalnya aku kayak gini aku kerja kayak gini ini sudah pernah menjadi ibu ruma tangga terus balik lagi.... kayak gini, kemungkinan ya ada lah penyesalan, ya mau gimana lagi aku cuma bisa pasrah aja dan menjalani aja, kok ada kepuasan endak-endak kalo menurut aku endak ada kepuasan...” (KS120607/192). Akan tetapi subyek masih mempunyai semangat untuk berusaha merubah kehidupannya sekarang ini dengan usahanya untuk membahagiakan kehidupan kedua anaknya dan usaha subyek mencari modal buat biaya penyambung hidupnya setelah dia berhenti dari pekerjaannya sebagai PSK tersebut. Oleh sebab itu yang menjadi makna hidup pada diri subyek adalah subyek mempertahankan pekerjaannya menjadi seorang PSK karena subyek ingin mengumpulkan uang untuk membuatkan usaha untuk anaknya dan mengumpulkan modal usaha ketika dia berhenti dari pekerjaannya sebagai PSK.

4.4              Analisa Lintas Kasus
Untuk dapat lebih memahami apa makna hidup PSK dari keempat subyek yang telah dijabarkan maka dapat dicermati dalam tabel berikut ini :
Tabel 3. Analisa Lintas Kasus
Kerangka Analisis
Subyek 1 (MR)
Subyek 2 (SR)
Subyek 3 (MN)
Subyek 4 (KS)
Latar Belakang Keluarga
-          Anak pertama dari dua bersaudara, satu adik kandung perempuan
-          Berasal dari keluarga yang mengalami perceraian
-          Seubjek bekerja untuk membiaya kehidupanya sendiri
-          Subjek tidak mau tinggal bersama dengan ayah dan Ibu tirinya, karena subjek lebih memilih untuk hidup sendiri.
-          Subyek  berasal dari keluarga yang tidak mampu dan orang tuanya bekerja sebagai petani biasa
-          Subyek sekarang ini sudah mempunyai anak satu dari hasil pernikahannya dengan mantan suaminya.
-          Subyek bekerja sebagai PSK untuk membiayai seluruh kehidupan keluarganya

-          Subjek anak bungsu dari tiga bersaudara
-          Subyek berasal dari keluarga yang sangat tidak mampu, orang tuany bekerja sebagai buruh tani.
-          Subyek sudah di tinggalkan orang tuanya sejak dia masih kecil
-          Subyek menikah karena di jodohkan oleh Neneknya.
-          Status pernikahan subyek sekarang ini masih belum di cerai sama suaminya

-          Subyek adalah seorang ibu dari dua orang anak
-          Subyek berasal dari keluarga yang tidak mampu
-          Subyek sudah menikah sampai empat kali dan mengalami kegagalan karena subyek tidak bisa memberikan keturunan pada pasangannya
-          Subyek tidak memberi tahu anaknya tentang pekerjaan yang dijalaninya sekarang ini
Dinamika menjadi seorang PSK
-          Subyek tertarik menjadi PSK karena mudah untuk mendapatkan uang
-          Subyek awal menjadi PSK karena sebagai faktor pelarian saja, tetapi karena subyek merasa sudah enak dengan pekerjaannya akhirnya subyek meneruskan profesinya sebagai PSK dengan tujuan mencari uang untuk biaya hidupnya
-          Subyek masih mengalami trauma untuk menjalin hubungan yang lebih serius dengan laki-laki, karena subyek kwatir akan di khianati lagi.
-          Subyek menjadi PSK karena faktor sosial dan ekonomi
-          Subyek tidak ada pikiran untuk berhenti dari pekerjaanya sebagai PSK
-          Subyek menjadi PSK karena adaya pelampiasan kekecewaan terhadap suaminya
-          Hubungan subyek dengan suaminya tidak baik, karena subyek memandang suaminya itu tidak bertanggung jawab terhadap anaknya.
-          Dalam kehidupanya sekarang ini subyek tidak pernah merasakan kesepian karena banyak laki-laki yang menemani

-       Subyek bekerja sebagai PSK karena terpaksa untuk membiaya kehidupan anaknya
-       Subyek bisa menjadi PSK karena faktor sosial
-       Subyek membatasi diri dalam berhubungan dengan pelanggannya
-       Subyek mengalami kecemasan terhadap profesinya sebagai PSK
-       Tujuan utama subyek menjadi seorang PSK sekarang ini karena untuk mengumpulkan modal buka usaha buat ketika dia berhenti adri pekerjaanya sebagai PSK
-       Subyek sering mendapat dukungan dari masyarakat saat dia berada dalam razia aparat.

-          Subyek sering mendapatkan perilaku yang kasar dari suami pertama
-          Subyek sudah menikah sebanyak empat kali
-          Subyek merasakan adanya rasa nyaman ketika berhubungan badan dengan laki-laki yang dekat dengan subyek
-          Subyek merahasiakan profesinya sebagai PSK di hadapan kedua anaknya.
-          Setelah gagal sebanyak empat kali dalam pernikahan subyek masih berkeinginan untuk menikah lagi dengan laki-laki yang di ingikannya.

Karakteristik
-          Introvert
-          Mandiri
-          Masih merasakan kebingungan dengan pilihan hidup
-          Merasa mantap dengan kehidupan yang dijalani
-          Mudah putus asa dan pesimistis dalam memandang hidup

-          Ekstrovert
-          Tergantung dengan orang lain
-          Bertanggung jawab terhadap keluarganya
-          Mudah putus asa dan pesimistis dalam memandang hidup
-          Dapat membangun hubungan interpersonal dengan baik
-          Masih merasakan kebingungan dengan pilihan hidup

-          Introvert
-          Tergantung dengan orang lain
-          Bertanggung jawab terhadap keluarganya
-          Merasa mantap dengan kehidupan yang dijalani
-          Tidak mudah putus asa dalam memperjuangkan kehidupannya dan keluarga
-          Berusaha selalu menyenangkan orang lain

-          Introvert
-          Mandiri
-          Bertanggung jawab terhadap keluarganya
-          Merasa mantap dengan kehidupan yang dijalani
-          Tidak mudah putus asa dalam memperjuangkan kehidupannya dan keluarga
-          Berusaha selalu menyenangkan orang lain
-          Dapat membangun hubungan interpersonal dengan baik

Makna Hidup
Subyek 1 (MR)
Subyek 2 (SR)
Subyek 3 (MN)
Subyek 4 (KS)
Faktor-faktor yang diinginkan untuk dalam mencapai makna hidup
Subyek saat ini hanya mempunyai keinginan untuk berhenti dari pekerjaanya menjadi PSK, karena subyek merasa kehidupanya buruk di hadapan masyarakat, dan di samping itu subyek berkeinginan pula untuk membangun sebuah keluarga
Subyek untuk sekarang ini hanya berkeinginan untuk merubah kehidupannya melalui takdir saja,
Subyek juga berkeinginan untuk menikah lagi dan mendapatkan laki-laki yang menyayanginya seumur hidup.
Subyek selama ini mempunyai keinginan untuk berhenti dari pekerjaannya sebagai PSK dan ingin mempunyai rumah sendiri dan membuka toko di Surabaya untuk modal kalau dia  sudah berhenti dari pekerjaan PSK
Subyek mempunyai keinginan utuk berhenti dari pekerjaanya sebagai PSK dan berkeinginan untuk memperbaiki kehidupan anaknya
Kendala yang dihadapi dalam mencapai makna hidup
Ketidakpercayaan dan kondisi trauma subyek terhadap laki-laki. menyebabkan subyek mengalami hambatan dalam membangun sebuah keluarga yang diinginkan
Ketidakpunyaan ketrampilan usaha sama sekali membuat subyek tidak dapat mencapai keinginannya untuk merubah hidupnya lebih baik.
Adanya penertiban yang di lakukan Polisi dan Satpol PP membuat subyek tidak nyaman dalam menjalani pekerjaanya sebagai PSK
Pandangan buruk subyek tentang laki-laki membuat dia sulit untuk dapat membangun hubungan yang lebih serius dengan lawan jenis
Makna hidup
Makna hidup bagi subyek I adalah subyek memaknai hidupnya dengan menjalani kehidupannya dengan berusaha mengumpulkan modal untuk kehidupan selanjutnya
Makna hidup bagi subyek II adalah memaknai hidupnya seperti air mengalir saja dan mengikuti arus kehidupan yang dijalani sekarang ini
Makna hidup bagi subyek III adalah dia memaknai kehidupannya sebagai PSK di pingiran jalan raya dengan tujuan mengumpulkan modal untuk membuka usaha saat subyek berhenti dari pekerjaanya menjadi PSK
Makna hidup bagi subyek IV adalah subyek mempertahankan pekerjaannya menjadi seorang PSK karena subyek ingin mengumpulkan uang untuk modah usaha ketika dia berhenti dari pekerjaannya sebagai PSK.

0 komentar:

Posting Komentar

Informasi Penting, Harap Di Baca !!!

Sahabat mahasiswa seluruh Indonesia ...
Anda tahu, berdasarkan pengalaman saya pada waktu dulu menyusun skripsi, hal yang menyebabkan tidak kunjung selesai adalah kurangnya bahan referensi. untuk mencari referensi biasanya Anda mengunjungi perpustakaan.
Dan ini masalah terbesarnya. Di Perpustakaan Anda tidak bisa meminjam dalam jumlah yang banyak dan dalam waktu lama. belum lagi Anda harus mengetik ulang. Makan waktu kan ? Karena itu, saya ingin membantu anda. Agar anda mudah menemukan Contoh skripsi yang baik, lengkap, dan terpecaya untuk menyelesaikan tugas akhir anda yang sudah di lengkapi dengan judul skripsi, proposal skripsi, metodologi penelitian, bab I sampai daftar pustaka, semua skripsi dalam format .doc sebagai contoh : Skripsi Gratis.doc.
Apa yang anda dapatkan pada paket Download Skripsi:..
UPDATE BULAN MEI 2012
  1. Anda memiliki banyak sekali pilihan Skripsi FULL CONTENT. Semua skripsi lengkap dari BAB Awal sampai BAB Akhir, Proposal, Kesimpulan, Daftar Pustaka, Lampiran, Hasil Penelitian, Toefl, Jurnal, dan File Bertype .DOC / DOCX (Microsoft Word).
  2. Paket DVD terdiri dari 2 pilihan DVD dan lebih dari 4000 skripsi.
  3. Paket 1 DVD Hanya Rp.100.000-,
  4. paket 2 DVD Hanya Rp.150.000-,
  5. Ratusan skripsi sudah dikelompokkan per Jurusan.
  6. Skripsi Jurusan Komputer dan Skripsi Teknik Informatika, di lengkapi Source Code dan Listing Program.
  7. Skripsi dapat langsung anda kembangkan atau hanya sekedar referensi.
  8. Dan tidak ketinggalan Bonus Premium, Bonus Script Bisnis, dan Tutorial Hacking dapat di download pada halaman Member.
Perhatian: Bonus dan Tutorial tidak ada pada DVD. Jadi, hanya dapat didownload pada halaman member. Dalam DVD hanya Khusus Skripsi.
Pesan Sekarang Juga ..
Dengan memesan sekarang juga, anda akan menghemat banyak uang dan waktu, mendapatkan ribuan skripsi terbaru, Tesis Gratis, dan paling lengkap di Indonesia. Anda mendapatkan Paket DVD dan dapat men-Download Langsung pada halaman download. Pesan sekarang juga..
Hanya Dengan..
Rp. 100.000,-
+ Anda Sudah Bisa Memiliki File Ribuan Skripsi +
Anda Mendapatkan Semua Skripsi Terbaru, FULL Pada Paket 1 DVD! Plus Download Bonus Premium Terlengkap Se-Indonesia!
Kata Kunci Pencarian :

Skripsi, Download Skripsi, Contoh Skripsi, Judul Skripsi, Proposal Skripsi, Tugas Akhir, Tesis Gratis, Skripsi Lengkap, Program Skripsi

Copyright : skripsidownloadgratis.blogspot.com