Subscribe:

Subscribe now!

Get our latest posts in your email for free.

Minggu, 24 Juni 2012

FILE ARSIP SKRIPSI : DOWNLOAD SKRIPSI SYARIAH GRATIS | CONTOH KUMPULAN SKRIPSI LENGKAP SEMUA JURUSAN


DI BAWAH INI ADALAH BAB I DARI CONTOH KUMPULAN SKRIPSI LENGKAP SYARIAH, UNTUK MENDAPATKAN JUDUL, TESIS, PROPOSAL, TUGAS AKHIR DAN SKRIPSI SYARIAH LAINNYA BISA ANDA LIHAT DISINI 




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
            Diskusi mengenai hubungan zakat dan pajak nampaknya telah dimulai sejak masa-masa awal pengembangan Islam. Itu terjadi tatkala pasukan muslimin baru saja berhasil menaklukkan Irak. Khalifah Umar, atas saran−saran pembantunya memutuskan untuk tidak membagikan harta rampasan perang, termasuk tanah bekas wilayah taklukan.[1] Tanah−tanah yang direbut dengan kekuatan perang ditetapkan menjadi milik kaum muslimin. Sementara tanah yang ditaklukkan dengan perjanjian damai tetap dianggap milik penduduk setempat. Konsekuensinya, penduduk diwilayah Irak tersebut diwajibkan membayar pajak (khara>j), bahkan sekalipun pemiliknya telah memeluk ajaran Islam. Inilah kiranya yang menjadi awal berlakunya pajak bagi kaum muslimin di luar zakat.
Penarikan pajak di luar zakat selanjutnya terus berlangsung meski dengan alasan yang berbeda−beda. Seiring berjalannya waktu, hubungan zakat dan pajak menjadi terbalik. Dimulai dengan kemunduran kaum Muslimin, penjajahan Eropa, dan hegemoni peradaban Barat sehingga hukum−hukum syar’i semakin ditinggalkan, dan sebaliknya hukum−hukum Barat buatan manusia diutamakan. Kewajiban zakat disubordinasikan dan diganti dengan kewajiban pajak. Akibatnya muncul pertanyaan: Wajibkah kaum Muslimin membayar zakat sementara ia telah membayar pajak, Padahal sebenarnya pajak tidak mempunyai hubungan keterkaitan langsung dengan keyakinan agama. Oleh sebab itu antara zakat dan pajak tidaklah bisa dipersamakan, sehingga munculah perdebatan tentang kewajiban membayar zakat setelah pajak ataupun sebaliknya.[2]
Di Indonesia sendiri diskusi tentang relasi pajak dan zakat sudah sejak lama dilakukan diantaranya adalah Seminar Nasional Tentang Pajak Dan Zakat yang diselenggarakan oleh MUI bekerjasama dengan Bina Pembangunan,yang diadakan di Jakarta pada 2-4 Maret 1990 dan seminar Hukum Islam Dan Perpajakan yang diselenggarakan oleh IAIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi yang bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pajak, Departemen Keuangan. Yang diadakan di Jambi pada 25-26 Nopember 1988.[3]
Pemerintah Indonesia juga telah menerbitkan UU No.38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dan UU No.17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan untuk mengakomodasi umat Islam yang membayar zakat dan pajak. Dengan disyahkannya Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan, mulai tahun 2001 sebenarnya para pembayar zakat penghasilan (zakat ma>l) sudah dapat menjadikan jumlah zakat yang dibayar sebagai faktor pengurang atas Penghasilan Kena Pajak (PKP) dari Pajak Penghasilan. Ini adalah langkah awal yang baik, walaupun langkah ini belumlah cukup karena zakat bukan hanya ada pada penghasilan kena pajak tapi meliputi banyak hal yang di antaranya justru oleh pemerintah tidak dikenakan pajak, tapi merupakan sesuatu yang zakatnya sangat ditekankan dalam Agama. Sebagai misal adalah zakat hasil pertanian, dan zakat hewan ternak. Namun demikian, Pemerintah secara tidak langsung menghargai zakat sebagai salah satu kewajiban (rukun) bagi yang beragama Islam untuk mendorong sekaligus mengingatkan bahwa zakat adalah suatu kewajiban yang harus ditaati dan dilaksanakan.
Di tengah menguatnya peranan pajak dalam penerimaan kas Negara, secara bersamaan muncul sebuah kesadaran umat akan peranan zakat. Dua hal ini menuntut pengelolaan yang tepat. Manajemen yang buruk terhadap kenyataan ini tentu akan menimbulkan efek yang kontra produktif dalam pembangunan nasional.  Setidaknya sejak tahun 1990-an pembahasan keduanya memunculkan beberapa isu penting yang berkisar pada permasalahan eksistensi, pada aspek ini diskusi berkembang dari persoalan eksistensi sampai posisi pajak dan zakat. Seperti salah satu pendapat yang mendudukkan keduanya dalam hubungan substitusi. Dengan pendapat ini pajak dan zakat dapat saling menggantikan dan saling menghapus kewajiban. Umat Islam yang sudah membayar pajak tidak perlu membayar zakat dan sebaliknya.
Problem dari pendapat ini adalah tidak tersedianya alat legislasi yang mendukung pendapat ini. Undang-undang yang berhubungan dengan pajak penghasilan sebelum UU Nomor 17 Tahun 2000 tidak memiliki pasal-pasal yang akomodatif terhadap pendapat ini. Oleh karena itu, anggapan bahwa jika telah dilakukan pembayaran atas zakat, maka tidak perlu membayar pajak atau sebaliknya, menjadi sulit dicari argumentasi hukumnya.
Sementara pendapat yang lain menolak pendapat pertama dan menyatakan bahwa pajak dan zakat bersifat eksklusif satu dengan lainnya. Pembayaran pajak bukan merupakan pembayaran zakat, dan pembayaran zakat bukan merupakan pembayaran pajak. Problem yang muncul dari pendapat yang kedua ini adalah munculnya dualisme pemungutan atas objek yang sama. Dualisme pemungutan ini pada gilirannya tentu akan menyulitkan pemilik harta atau pemilik penghasilan. Kontraksi dana dengan dualisme sistem ini potensial menimbulkan efek yang kontra produktif dalam konteks menyejahtarakan rakyat.[4] Sehingga hal ini bisa menjadi pemicu dikalangan umat muslim untuk lebih memprioritaskan pembayaran pajak daripada zakat.
Umat Islam di Indonesia khusunya dan juga di Negara-negara Islam lainnya (Negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, seperti Mesir) menghadapi masalah yang aktual mengenai pajak dan zakat. Yaitu, seandainya umat Islam di Negara yang pemerintahannya tidak menangani langsung pengelolaan zakat, seperti Indonesia, dan pemerintah memungut pajak yang jumlahnya melebihi jumlah zakatnya, tetapi pemerintah menggunakan sebagian pajak itu untuk semua sebagian dari delapan pos penggunaan zakat yang dapat diketahui lewat GBHN, Pelita dan APBN.[5] Maka apakah pembayaran zakatnya bisa diniatkan sebagai pembayaran zakatnya, atau haruskah dicari jalan keluar lain untuk menghindari double duties yang bisa memberatkan?[6]
Uraian diatas memberi gambaran bahwa masih ada permasalahan yang harus dibenahi dalam hubungan pajak dan zakat khususnya di Indonesia, diantaranya : 1) Bagaimana kedudukan pajak dan zakat di Indonesia, kedudukan ini walaupun sudah disinggung dalam Undang-undang tapi dalam pelaksanaanya masih terasa amat kurang, dan ini menjadi penting mengingat umat islam adalah penduduk mayoritas. 2) Anggapan bahwa umat Islam yang membayar zakat, terkena pengeluaran berganda, selain membayar pajak juga membayar zakat dari penghasilan yang diperolehnya, 3) pendistribusian dan pengelolaan, 4) sikap pemerintah yang seolah mengesampingkan peran zakat (ini terlihat dari keengganan pemerintah untuk secara tegas dalam mengambil kebijakan mengenai zakat), meskipun sudah ada dasar hukumnya, peran pemerintah dalam mewujudkan amanat Undang-undang tersebut masih belum begitu terasa, dan 5) Bagaimana agar umat Islam yang merupakan mayoritas penduduk Indonesia ini bisa menjadi warga Negara yang baik sekaligus menjadi umat Islam yang taat. Dalam kaitannya dengan pajak dan zakat adalah bahwa pajak dibayarkan, zakat tidak terabaikan, dan masyarakat tidak terlalu terberatkan.
Kajian ini akan membahas pendapat M. Djamal Doa dan Didin Hafidhuddin (dua tokoh yang menjadi sentral kajian dalam skripsi ini) atas pemikiran mereka mengenai permasalahan pajak dan zakat di Indonesia. Hal ini diasumsikan pada dedikasi kedua tokoh tersebut yang mewakili antara satu dengan yang lainnya. M. Djamal Doa sebagai anggota DPR RI Periode 1999-2004 Komisi V dan juga pernah menjadi anggota panitia anggaran, ia juga pernah bekerja pada direktorat jenderal pajak, dan bisa dikatakan sebagai seorang pakar pajak. Namun demikian, ia konsisten dan gigih memperjuangkan agar zakat bisa dikelola oleh Negara. Sebagai seorang pakar pajak ia mendorong agar dilakukan subsidi silang guna menghindari pungutan ganda pajak dan zakat, ini bisa diartikan bahwa pembayaran pajak bisa sekaligus sebagai pembayaran atas zakat, atau sebaliknya pembayaran zakat bisa sekaligus menutup kewajiban pajak.[7] Ini terutama kaitannya dengan pajak dan zakat niaga dan penghasilan. Dengan demikian ia bisa digolongkan sebagai kelompok pertama. Selain itu sebagai pakar pajak, Djamal Do’a bahkan mendorong agar pengelolaan serta pendistribusian zakat dilakukan langsung oleh pemerintah, untuk selanjutnya penerimaan zakat dimasukkan dalam APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) sebagaimana penerimaan pajak dan bea cukai. Ia beralasan bahwa pemerintah adalah pihak yang memiliki data yang lebih lengkap mengenai warganya,[8] baik yang berkewajiban maupun yang berhak atas zakat, menurutnya juga bahwa pembagian zakat secara konvensional justru akan membuat para penerimanya menjadi pasif. Sedangkan Didin Hafidhuddin merupakan seorang ulama pakar zakat di Indonesia, ia pernah menjadi Ketua Dewan Pertimbangan Badan Amil Zakat Nasional (BAZ-NAS), selain aktif di kegiatan-kegiatan sosial yang berbau keislaman, Didin juga aktif di dunia akademik sehingga ketokohannya tidak terbantahkan. Dalam hal ini walaupun Didin Hafidhuddin setuju dengan pendapat tentang pengelolaan zakat oleh Negara,[9] namun ia tetap memberi garis pemisah yang tegas antara pajak dengan zakat. Maka ia bisa mewakili kelompok kedua, yaitu yang melihat pajak dan zakat secara eksklusif, dimana pembayaran pajak bukan merupakan pembayaran zakat, dan pembayaran zakat bukan merupakan pembayaran pajak. Diantara keduanya tidak bisa saling menggantikan. Didin juga berpendapat bahwa, jika penggunaan pajak terbukti untuk hal-hal yang menyimpang dari nilai-nilai islam, dan juga kemaslahatan bersama maka tidak ada alasan bagi umat islam untuk membayar pajak.[10] Ia beralasan bahwa tidak ada ketaatan kepada makhluk (penguasa) jika bermaksiat kepada khaliq (Allah SWT).
Dalam kajian tentang relasi pajak dan zakat ini, baik M. Djamal doa maupun Didin Hafidhuddin (untuk selanjutnya disebut Djamal dan Didin) mempunyai perhatian serius yang terwujud dalam tulisan-tulisan mereka. Lebih dari itu, mereka  juga telah melakukan hal-hal nyata sebagai upaya untuk mewujudkan kemaslahatan umat. Perjuangan Djamal misalnya, pada saat masih menjadi anggota DPR ia mengirimkan surat terbuka pada Presiden dan Wakil Presiden (yakni presiden Megawati dan Wapres Hamzah Haz) untuk segera membuat kebijakan nasional dalam masalah pengelolaan zakat. Sedangkan Didin, ia melakukan berbagai penelitian yang berkaitan dengan pajak dan zakat, diantaranya adalah Rekonseptualisme Strategi Pengumpulan dan Pendayagunaan Zakat, Infaq, dan Shodaqoh, serta Sumber-sumber Zakat dalam Perekonomian Modern; Studi Kasus Dompet Dhuafa Republika, Bait Al-Maal Mu’amalah, dan BAZIZ DKI Jakarta. Selain itu ia juga di percaya untuk menjadi Anggota Badan Syari’ah Nasional, Ketua Dewan Pertimbangan Badan Amil Zakat Nasional (BAZ-NAS). Ketua Dewan Syari’ah Dompet Dhuafa Republika, dan menjadi Ketua Dewan Syari’ah Bank Bukopin, Bank Syari’ah IFI, Bank Syari’ah Amanah Ummah – Bogor.
Pemikiran Djamal dan Didin tentang pajak dan zakat merupakan sebuah upaya demi terwujudnya pemerataan, keadilan, serta kesejahteraan sosial masyarakat, dan merupakan bentuk usaha untuk membangkitkan kembali kesadaran umat dan pemerintah tentang tidak kalah pentingnya zakat dibanding  pajak. Gagasan-gagasan dari kedua tokoh tersebut diharapkan dapat menjadi solusi alternatif untuk memecahkan berbagai problem kemiskinan yang semakin membelit rakyat Indonesia. Oleh karena itu, pembahasan tentang pemikiran kedua tokoh tersebut tentang pajak dan zakat di Indonesia menjadi menarik untuk dilakukan.
B.     Pokok Masalah
Dari penjelasan di atas perlu dirumuskan pokok-pokok masalah agar penelitian dapat terfokus dengan baik. Dengan demikian perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana pemikiran Djamal Doa dan Didin Hafidhuddin mengenai pajak dan zakat?
2.      Mengetahui persamaan dan perbedaan dari gagasan-gagasan yang mereka tawarkan.
C.    Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.      Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut:
a.       Mendeskripsikan secara jelas pemikiran M. Djamal Doa dan Didin Hafidhuddin mengenai pajak dan zakat
b.      Menjelaskan persaman dan perbedaan gagasan mengenai pajak dan zakat dalam pandangan kedua tokoh tersebut.
2.      Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebgai berikut:
a.       Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi informasi ilmiah dalam studi hukum Islam, khususnya mengenai pajak dan zakat
b.      Penelitian ini diharapkan dapat memberi wacana pemikiran umat islam khususnya di Indonesia mengenai permasalahan pajak dan zakat.
c.       Memberi sumbangan bagi kajian perbandingan pemikiran tokoh dalam studi hukum Islam di masa yang akan datang
D.    Telaah Pustaka
Pembahasan zakat dan pajak sebenarnya bukan merupakan hal yang baru. Wacana ini telah banyak diperbincangkan baik oleh ulama klasik maupun ulama kontemporer dengan menggunakan metode dan pendekatan  yang berbeda-beda.
Di Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga sendiri telah banyak skripsi yang membahas tentang permasalahan ini, diantara yang penulis temukan adalah Penelitian yang terdapat dalam Skripsi karya Achmadi yang berjudul Studi Analitik Terhadap Pokok-pokok Pikiran Yusuf al-Qaradhawi Tentang Pajak dan Zakat,[11] Fokus kajian penelitian ini yaitu studi terhadap pemikiran Yusuf al-Qaradhawi. Selain itu Skripsi karya Ujang Muksin yang berjudul Pandngan Hukum Islam Tentang Kewajiban Zakat dan Pajak (Studi atas Pasal 14 (3) Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat),[12] dan penelitian lapangan karya Miatul Fitria yang berjudul Sikap Masyarakat Atas Kewajiban Ganda Membayar Zakat dan Pajak; Studi di Desa Srimulyo Piyungan Bantul Yogyakarta.[13] Juga ada beberapa skripsi yang menyinggung pemikiran kedua tokoh ini, yakni Djamal Do’a dan Didin Hafidhuddin, diantaranya adalah skripsi karya Irfan Al-Khomaini, Zakat Bunga Obligasi (Studi atas Pemikiran Didin Hafidhuddin).[14] Skripsi ini tefokuskan pada pemikiran Didin mengenai pengenaan pajak atas bunga Obligasi. Pengelolaan Zakat oleh Negara (Studi Komparasi Pemikiran Masdar F. Mas’udi dan M. Djamal Doa),[15] karya Yusuf Trihananta, dalam skripsi ini Yusuf berhasil mendeskripsikan dengan baik sekali pemikiran Masdar dan Djamal mengenai pengelolaan zakat oleh Negara. Dan juga skripsi karya Aulia Fadhli yang berjudul Zakat Profesi.[16] Skripsi ini tidak memfokuskan pada pemikiran tokoh tertentu, dan oleh karena itu Djamal Do’a dan Didin hanya disinggung sedikit disana.  
Dari penelusuran telaah pustaka diatas, menjadi jelas bahwa belum ada kajian yang mengkomparasikan antara Djamal dan Didin atas pemikiran mereka mengenai pajak dan zakat, dan meskipun kajian tentang pajak dan zakat bukan hal baru, namun tetap memiliki tempat dan signifikansinya sendiri, serta dapat menghindari pengulangan-pengulangan kajian terdahulu.
E.     Kerangka Teoretik
Berbagai pandangan tentang pajak dan zakat kini berkembang di kalangan masyarakat. Ada yang menyamakannya secara mutlak, yaitu sama dalam status hukumnya, tata cara pengambilan serta pemanfaatannya. Atau bisa dikatakan bahwa pajak adalah zakat dan zakat adalah pajak.[17] dan juga ada yang membedakannya secara mutlak, yakni beda dalam pengertian, cara pengambilan, dan juga penggunaannya,[18] ada juga yang melihatnya bahwa pada sisi-sisi tertentu pajak dan zakat memiliki kesamaan dan pada sisi yang lain terdapat perbedaan diantara keduanya.
Kalau kita mengacu pada definisi-definisi yang dirumuskan oleh para ahli hukum Islam, maka kita akan dapati bahwa pajak pada hakikatnya adalah kewajiban material seorang warga terhadap negaranya,[19] dan dipergunakan untuk membiayai kebutuhan pengeluaran-pengeluaran Negara.[20] Sedangkan zakat adalah bagian tertentu yang ada pada harta se-orang Islam yang wajib dikeluarkan atas perintah Allah untuk kepentingan orang lain menurut kadar yang ditentukan-Nya.[21] Pengeluaran tersebut diwajibkan sebagai tanda syukur sekaligus pengharapan akan ridho-Nya,[22]
Dari uraian tersebut, jelas perbedaan antara pajak dan zakat, oleh karenanya didalam Islam, tidak mungkin menggantikan kedudukan zakat dengan pajak, dan demikian juga sebaliknya. Yang mungkin adalah memadukannya, antara lain dengan cara memotong jumlah pajak dengan jumlah zakat yang telah dibayarkan oleh seseorang terkait harta yang selain wajib dizakatkan juga dikenakan pajak.
M. Djamal Doa sependapat dengan pendapat yang memadukan antara zakat dan pajak, ia menjelaskannya dalam teori subsidi silangnya, disini, ia membedakan secara gamblang antara zakat dan pajak, baik mengenai dasar hukumnya maupun perbedaan dalam hal obyeknya,[23] namun demikian ia tidak hanya memadukan keduanya, dalam gagasannya tentang pemungutan pajak dan zakat ia berpendapat bahwa yang harus dibayar adalah beban yang lebih besar diantara keduanya, dan yang bebannya lebih kecil dengan sendirinya telah tercakup dalam pembayaran tersebut,[24] jadi, jika seseorang membayar zakat lebih besar dari pajak yang harus dia bayar, maka dalam hal ini ia tidak perlu membayar pajaknya karena telah tercakup dalam pembayaran zakatnya,[25] dan begitu juga sebaliknya. disini terlihat ia tidak sekedar memadukannyan dengan cara memotong jumlah pajak dengan jumlah zakat yang telah dibayarkan, tapi bahkan saling menghapuskan antara yang satu dengan yang lainnya. Sedangkan menurut Didin Hafidhuddin, nisab[26] adalah hal yang mendasar yang membedakan zakat dengan pajak. Nisab merupakan keniscayaan dan sekaligus kemaslahatan, sebab zakat itu diambil dari orang kaya (mampu), dan diberikan kepada yang tidak mampu. Maka indikator kemampuan dalam hal ini harus jelas, dan nisab merupakan indikator kemampuannya. Jika kurang dari nisab, Islam memberikan pintu untuk mengeluarkan sebagian dari penghasilan yaitu infak dan sedekah.[27] Ini berarti bahwa bagaimanapun, harta itu kalau sudah memenuhi “syarat”[28] haruslah dikeluarkan zakatnya.
Bahwa Indonesia bukanlah Negara Islam ini tentunya harus disepakati bersama walaupun mayoritas masyarakatnya beragama islam, dengan begitu maka kita akan bisa memaklumkan kedudukan Zakat dan pajak dengan segala Perbedaannya yakni zakat diperintahkan Allah SWT dan Rasulullah SAW kepada orang-orang beriman untuk mengharapkan keridhoan-Nya, sedangkan pajak diwajibkan oleh negara kepada warga negara yang didasarkan pada Undang-undang yang pemungutannya dapat dipaksakan. Tujuan pajak dan zakat sebenarnya tidak jauh berbeda yaitu sama-sama menginginkan terciptanya kesejahteraan umat. Pada jaman Rasulullah SAW, zakat dikenakan kepada penduduk yang beragama Islam, sedangkan pajak dikenakan kepada penduduk yang non-Muslim. Tidak ada penduduk yang terkena double duties (kewajiban rangkap) berupa zakat dan pajak sekaligus.[29]
Di Indonesia sendiri keberadaan oganisasi zakat sekarang ini semakin prospektif, dan sudah ada dua Undang-undang yang menyangganya , yaitu UU No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, dan UU No. 17 tahun 2000 tentang pajak penghasilan, yang secara tegas menyatakan bahwa zakat bisa mengurangi penghitungan kewajiban pajak.
Perdebatan tentang kewajiban membayar zakat dan pajak sudah semestinya dikembalikan pada akar permasalahannya yang mendasar. Yaitu, dominannya kewajiban pajak atas kewajiban zakat sedemikian rupa sehingga kaum muslimin yang berkewajiban membayar zakat harus menanggung beban ganda.[30]ini tentunya tidak kita harapkan.
Dari uraian diatas dapat kita temukan posisi masing-masing pajak dan zakat, namun demikian masih terlihat adanya ketimpangan antar keduanya baik secara yuridis yang seakan menganak-tirikan zakat, maupun dalam hal pengelolaannya oleh pemerintah yang terkesan berat sebelah.
F.     Metode Penelitian
Guna mendapatkan hasil penelitian yang sistematis dan ilmiah maka penelitian ini menggunakan seperangkat metode sebagai berikut:
  1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam pembahasan skripsi ini adalah jenis penelitian pustaka,[31]yakni sebagai sumber utamanya peneliti menelusuri atau mengkaji karya-karya literer yang dihasilkan oleh M. Djamal Do’a dan Didin Hafidhuddin.
  1. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif – analitis – komparatif.[32] Dalam penelitian ini penyusun akan mendeskripsikan secara jelas pendapat ataupun pemikiran M. Djamal Doa dan Didin Hafidhuddin mengenai permasalahan zakat dan pajak di Indonesia. Kemudian dianalisa untuk menemukan dasar pemikirannya, dan pada akhirnya pemikiran-pemikiran mereka mengenai pajak dan zakat ini akan dikomparasikan untuk mendapatkan kesimpulan yang sesuai dengan pokok masalah.
  1. Pengumpulan Data
Karena kajian ini adalah kajian kepustakaan, maka sumber dasarnya adalah karya-karya yang dihasilkan oleh kedua tokoh tersebut, atau juga disebut dengan data utama (primer). Adapun karya-karya dalam kategori tersebut antara lain: Membangun Ekonomi Umat Melalui Pengelolaan Zakat Harta: Pengumpulan Zakat Dengan Sistem Administrasi Perpajakan, Menghindari Pungutan Double Pajak dan Zakat,[33] Menggagas Pengelolaan Zakat Oleh Negara,[34] Pengelolaan Zakat oleh Negara Untuk Memerangi Kemiskinan[35] karya M. Djamal Doa dan Zakat Dalam Perekonomian Modern[36] karya Didin Hafidhuddin. Sedangkan yang menjadi data sekunder adalah buku-buku lain yang berkaitan dengan masalah dan tokoh yang dibahas dalam penelitian ini.
  1. Analisis Data
Adapun analisis data yang akan penulis gunakan adalah analisis kualitatif yakni setelah data yang diperoleh terkumpul kemudian diuraikan dan akhirnya disimpulkan dengan metode:
a.       Induktif, ialah menganalisa data-data berupa pendapat kedua tokoh yang bersifat khusus untuk kemudian ditarik dan diformulasikan dalam suatu kesimpulan yang bersifat umum.
b.      Komparatif, yaitu menganalisa data atau pendapat M. Djamal Do’a dan Didin Hafidhuddin tentang pajak dan zakat untuk menemukan persamaan dan perbedaan pendapat kedua tokoh.
  1. Pendekatan Masalah
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosio -  historis, yaitu pendekatan yang digunakan untuk mengetahui latar belakang sosio cultural seorang tokoh, karena pemikiran seoarang tokoh merupakan hasil interaksi dengan lingkungannya itu. Metode sosio historis dimaksudkan sebagai suatu metode pemahaman terhadap suatu kepercayaan atau kejadian dengan melihatnya sebagai suatu kenyataan yang mempunyai kesatuan mutlak dengan waktu, tempat, kebudayaan, dan lingkungan dimana kepercayaan, dan kejadian itu muncul.[37]
Selanjutnya, pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini juga menggunakan geneologi dan paradigma dengan menelusuri hipotesi-hipotesis Didin Hafidhuddin dan M. Djamal Doa untuk kemudian dijelaskan pemikiran dari rumusan hipotesis yang ditawarkan keduanya mengenai permasalahan zakat dan pajak di Indonesia.
G.    Sistematika Pembahasan
Sebagai usaha untuk memudahkan dalam menguraikan skripsi ini, maka Pembahasan penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima bab, setiap bab terdiri dari sub-sub bab, sebagai berikut:
Bab Pertama, merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, pokok masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah pustaka, kerangka teoritik, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab kedua, Tinjauan Umum tentang pajak dan zakat, bab ini dibagi dalam tiga sub bab. Sub bab pertama meliputi gambaran umum mengenai pajak, pengertian, dasar hukum, pola pengambilan serta pemanfaaatan atau pendistribusian pajak, sub bab kedua meliputi gambaran umum mengenai zakat, pengertian, dasar hukum, pola pengambilan serta pemanfaaatan atau pendistribusian zakat, dan pada sub bab ketiga akan dibahas mengenai relasi pajak dan zakat.
Bab ketiga, terbagi dalam dua sub bab dimana kedua tokoh yakni M. Djamal Do’a dan Didin Hafidhuddin dibicarakan secara terpisah, pembahasan ini meliputi latar belakang sosial dan intelektual, pandangan keduanya mengenai pajak dan zakat, dan dasar-dasar pemikirannya. Berpijak dari hal ini, kita dapat membaca pola pemikiran kedua tokoh tentang pajak dan zakat.
Bab keempat, dalam bab ini akan dianalisis pemikiran keduanya seputar permasalahan pajak dan zakat untuk menemukan persamaan dan perbedaannya. Dengan demikian kesimpulan yang akan didapatkan selaras dengan pokok masalah.
Sedangkan Bab kelima, merupakan penutup yang berisi kesimpulan dari seluruh pembahasan dan penelitian yang penyusun lakukan sekaligus sebagai jawaban atas permasalahan yang ada, dan juga saran-saran bila memang diperlukan.


[1]Mursyid, Mekanisme Pengumpulan Zakat, Infaq dan Shadaqah Menurut Hukum Syara dan Undang-Undang, (Yogyakarta: Magista Insania Press, 2006), hlm. 69
 [2]Siti Arifah, “Konstitusi Negara Berbicara “Zakat Mengurang Penghasilan Kena Pajak,” http://www.pkpu.or.id/artikel.php?id=20&no=15, akses 7 Mei 2006


[3] Sejumlah makalah dalam seminar tersebut kemudian dibukukan dengan judul Zakat dan Pajak oleh B. Wiwoho dkk. B. Wiwoho, Zakat dan Pajak. Cet. Ke-4 (Jakarta, Bina Rena Pariwara, 1994), hal. 8
[4]Eko Novianto Nugroho, “Optimalisasi Pajak dan Zakat,” http://www.suaramerdeka.com/harian/0510/27/opi3.htm, akses 7 Mei 2006
[5]Vide GBHN 1983 dengan Ketetapan MPR No. II/ MPR/ 1983, Pelita IV, dan APBN 1987/ 1988 menunjukkan besarnya perhatian pemerintah terhadap pembangunan bidang Agama, Sosial Budaya dan Ekonomi, yang sasaran dan tujuannaya sejalan dengan sasaran dan tujuan zakat, antara lain dengan program delapan jalur pemerataan. Dikutip kembali oleh Masjfuk Zuhdi, Masail.,hlm. 253
[6]Ibid.
[7] M. Djamal do’a, “Menggagas Pengelolaan Zakat oleh Negara”(Jakarta: Yayasan Nuansa Madani, 2001), hal. 49-50
[8] Ibid, hal. 21
[9]Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, cet. II (Jakarta: Gema Insani Press, 2002). hal 5
[10] Ibid. hal 63
[11]Skripsi Achmadi “Studi Analitik Terhadap Pokok-pokok Pikiran Yusuf al-Qardhawi Tentang Pajak dan Zakat,” Skripsi tidak diterbitkan, Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2002)
[12]Ujang Muksin, “Pandngan Hukum Islam tentang Kewajiban Zakat dan Pajak (Studi atas Pasal 14 (3) Undang-udnang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat,” Skripsi tidak diterbitkan, Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2002)
[13]Miatul Fitria, “Sikap Masyarakat Atas Kewajiban Ganda Membayar Zakat dan Pajak; Studi di Desa Srimulyo Piyungan Bantul Yogyakarta.,” Skripsi tidak diterbitkan, Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2003)
[14]Irfan Al-Khomaini, “Zakat Bunga Obligasi, Studi atas Pemikiran Didin Hafidhuddin”, Skripsi tidak diterbitkan, Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2005)
[15] Yusuf Trihananta, “Pengelolaan Zakat oleh Negara (Studi Komparasi Pemikiran Masdar F. Mas’udi dan M. Djamal Doa)”,  Skripsi tidak diterbitkan, Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2007)
[16]Aulia Fadhli “Zakat Profesi”,  Skripsi tidak diterbitkan, Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2004)
[17] Masdar mas’udi dalam suatu wawancaranya tentang masalah ini menjelaskannya demikian: Nabi tidak pernah memungut pajak pada umat Islam. Pajaknya umat Islam pada waktu itu namanya zakat. Zakat adalah pajak, pajak adalah zakat. Bagi umat nonmuslim, zakat atau pajak itu bernama Jizyah. Jizyah itu kontra prestasi sebagai imbalan negara dan fasilitas publik yang telah dinikmati warga nonmuslim. Apa bedanya zakat atau pajak dengan jizyah? Pajaknya, zakat, umat Islam itu memiliki nilai ukhrawi, sedangkan pajaknya nonmuslim, jizyah, itu tidak. Di sinilah bedanya. Spirit ukhrawi-nya sebagai ibadah: dapat “pahala”. sedangkan spirit sosialnya, baik zakat ataupun jizyah, mewajibkan orang muslim dan nonmuslim untuk mengontrol negara. Jangan biarkan uang satu rupiah Anda yang dititipkan kepada negara disalahgunakan. Mengontrol bagaimana? Mengontrol tasharuf atau pembelanjaannya. Tasharuf-nya negara di mana? Di undang-undang pembelanjaan negara. Masdar mas’udi, Perda Zakat Salah Kaprah, http://www.korantempo.com/news/2002/8/2/Opini/84.html
[18] Didin Hafidhuddin, Zakat dalam. Hal 51
[19] Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Pajak, cet. 1 (Jakarta, Universitas Indonesia, 1988), hal. 51
[20] Mar’ie Muhammad, pada waktu masih menjabat sebagai Direktur Jenderal Pajak, pernah menjelaskan dan membagi fungsi pajak menjadi tiga bagian yakni; 1) pajak merupakan alat atau instrument penerimaan Negara, yang dalam hal ini diperuntukkan guna membiayai pengeluaran-pengeluaran rutin Negara, 2) pajak merupakan alat untuk mendorong investasi, yakni dengan adanya insentif perpajakan sedemikian rupa, 3) pajak merupakan alat redistribusi maksudnya adalah bahwa sebagian besar penggunaannya adalah untuk public investment (pembangunan sarana-sarana/fasilitas-fasilitas umum). Mar’ie Muhammad, pajak, manfaat dan permasalahannya, dalam B. Wiwoho, Zakat dan Pajak, hal. 43-44
[21] Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Pajak, hal. 51
[22] N.E. Fatima, “Zakat Dalam Penghitungan Pajak ,”  http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/1102/18/0802.htm, akses 7 Mei 2006
[23] M. Djamal do’a, “Menggagas Pengelolaan, hal. 45
[24] Ibid, hal. 50
[25] dalam hal ini Djamal mencontohkannya demikian ; “misalnya : Tn Amin pengusaha transportasi mempunyai 10 unit truk @ Rp 100.000.000,- = Rp 1.000.000.000,-. Pada tahun 1999 kondisi keamanan kurang kondusif. Pada tahun 1999 perusahaannya hanya memperoleh laba bersih sebesar Rp 20.000.000,- maka pajak penghasilan yang harus ia bayar adalah 15% X 20.000.000,- = 3.000.000,- sedangkan zakat yang harus dia bayar pada tahun 1999 atas hartanya berupa 10 truk adalah sebesar 2,5% X Rp 1.000.000.000,- = 25.000.000,-. Dalam hal ini Tn. Amin cukup membayar zakatnya sebesar 25 juta, sedangkan pajaknya sebesar 3 juta tidak perlu dibayar karena sudah tercakup (include) dalam 25 juta (pembayaran zakatnya-peny).” Ibid.
[26] Jumlah minimal yang menyebabkan harta terkena kewajiban zakat. Didin Hafidhuddin, Zakat dalam, hal. 24
[27]Ibid, hal. 25
[28] Ada enam syarat yang harus terpenuhi agar harta menjadi obyek zakat, pertama, harta tersebut halal baik substansinya maupun cara mendapatkannya. Kedua, harta tersebut berkembang atau berpotensi untuk di kembangkan. Ketiga, hak milik penuh. Keempat, mencapai nisab. Kelima, mencapai haul, untuk zakat perdagangan, peternakan, dan, emas dan perak. Keenam, telah terpenuhinya kebutuhan pokok. Ibid, Hal. 21-26. lihat juga, Mursyid, Mekanisme, hal.47-59
[29]Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqiyah, cet. X (Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, 1997), hlm. 250
[30] Mursyid, Mekanisme, hal. 72
[31] Sutrisno Hadi, Metodologi Reasearch (Yogyakarta: Andi Offfset, 1990), hlm. 9
[32]Deskriptif, berarti menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan kelompok tertentu antara suatu gejala denagan gejala lainnya dalam masyarakat. Analisis adalah jalan yang dipakai untuk mendapatkan ilmu pengetahuan ilmiah dengan mengadakan perincian terhadap objek yang diteliti dengan jalan memilah-milah antara pengertian yang satu dengan pengertian yang lain untuk sekedar memperoleh kejelasan mengenai halnya. Sedangkang komparasi adalah usaha untuk memperbandingkan sifat hakiki dalam objek penelitian sehingga dapat menajdi lebih jelas dantajam. Sudarto, Metode Penelitian Filsafat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 45-47
[33]M. Djamal Doa, Membangaun Ekonomi Umat Melalui Pengelolaan Zakat Harta: Pengumpulan Zakat dengan Sistem Administrasi Perpajakan, Menghindari Pungutan Double Pajak dan Zakat (Jakarta, Nuansa Madani, 2002)
[34]M. Djamal Doa,  Menggagas Pengelolaan Zakat oleh Negara (Jakarta: Nuansa Madani, 2001).
[35] M. Djamal Doa, Pengelolaan Zakat oleh Negara Untuk Memerangi Kemiskinan, cet ke-1, (Jakarta: Korpus, 2004).
[36]Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, cet. II (Jakarta: Gema Insani Press, 2002).
[37] Atho’ Mudzhar, Membaca gelombang Ijtihad, Antara Tradisi dan Liberasi, (Yogyakarta: titian Ilahi Pres, 1998), hlm. 105

0 komentar:

Posting Komentar

Informasi Penting, Harap Di Baca !!!

Sahabat mahasiswa seluruh Indonesia ...
Anda tahu, berdasarkan pengalaman saya pada waktu dulu menyusun skripsi, hal yang menyebabkan tidak kunjung selesai adalah kurangnya bahan referensi. untuk mencari referensi biasanya Anda mengunjungi perpustakaan.
Dan ini masalah terbesarnya. Di Perpustakaan Anda tidak bisa meminjam dalam jumlah yang banyak dan dalam waktu lama. belum lagi Anda harus mengetik ulang. Makan waktu kan ? Karena itu, saya ingin membantu anda. Agar anda mudah menemukan Contoh skripsi yang baik, lengkap, dan terpecaya untuk menyelesaikan tugas akhir anda yang sudah di lengkapi dengan judul skripsi, proposal skripsi, metodologi penelitian, bab I sampai daftar pustaka, semua skripsi dalam format .doc sebagai contoh : Skripsi Gratis.doc.
Apa yang anda dapatkan pada paket Download Skripsi:..
UPDATE BULAN MEI 2012
  1. Anda memiliki banyak sekali pilihan Skripsi FULL CONTENT. Semua skripsi lengkap dari BAB Awal sampai BAB Akhir, Proposal, Kesimpulan, Daftar Pustaka, Lampiran, Hasil Penelitian, Toefl, Jurnal, dan File Bertype .DOC / DOCX (Microsoft Word).
  2. Paket DVD terdiri dari 2 pilihan DVD dan lebih dari 4000 skripsi.
  3. Paket 1 DVD Hanya Rp.100.000-,
  4. paket 2 DVD Hanya Rp.150.000-,
  5. Ratusan skripsi sudah dikelompokkan per Jurusan.
  6. Skripsi Jurusan Komputer dan Skripsi Teknik Informatika, di lengkapi Source Code dan Listing Program.
  7. Skripsi dapat langsung anda kembangkan atau hanya sekedar referensi.
  8. Dan tidak ketinggalan Bonus Premium, Bonus Script Bisnis, dan Tutorial Hacking dapat di download pada halaman Member.
Perhatian: Bonus dan Tutorial tidak ada pada DVD. Jadi, hanya dapat didownload pada halaman member. Dalam DVD hanya Khusus Skripsi.
Pesan Sekarang Juga ..
Dengan memesan sekarang juga, anda akan menghemat banyak uang dan waktu, mendapatkan ribuan skripsi terbaru, Tesis Gratis, dan paling lengkap di Indonesia. Anda mendapatkan Paket DVD dan dapat men-Download Langsung pada halaman download. Pesan sekarang juga..
Hanya Dengan..
Rp. 100.000,-
+ Anda Sudah Bisa Memiliki File Ribuan Skripsi +
Anda Mendapatkan Semua Skripsi Terbaru, FULL Pada Paket 1 DVD! Plus Download Bonus Premium Terlengkap Se-Indonesia!
Kata Kunci Pencarian :

Skripsi, Download Skripsi, Contoh Skripsi, Judul Skripsi, Proposal Skripsi, Tugas Akhir, Tesis Gratis, Skripsi Lengkap, Program Skripsi

Copyright : skripsidownloadgratis.blogspot.com